Story#4 Days of Advent
Dalam kisah
Natal yang manis dan indah itu, ada sebuah kengerian yang diakibatkan oleh
sebuah praduga. Praduga sering terjadi dalam kehidupan, tetapi akan berbeda
jika yang memiliki praduga itu adalah raja Herodes.
Herodes salah
sangka dengan kata “raja” yang didengarnya dari orang-orang Majus ketika mereka
tiba di Yerusalem dan bertanya-tanya, “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang
baru dilahirkan itu?” Statement
orang-orang Majus itu sangat direct,
bahwa yang baru dilahirkan itu adalah seorang raja, bukan seorang yang nantinya
bakal menjadi raja. Jadi bayi itu memang seorang raja, dan baru dilahirkan ke
dunia ini sebagai bayi.
Dalam
kegelisahannya, Herodes mengumpulkan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat
untuk menyelidik. Dan para pemimpin agama itu ternyata juga salah tafsir.
“Memang benar, Ia dilahirkan di Betlehem, Baginda,” kata mereka. Lalu mereka
mengutip nubuat Nabi Mikha, “Dan engkau
Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara
mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang
pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel.” (Mikha 5:2)
Para pemimpin
agama yang menguasai kitab-kitab itu hanya sebatas mengutip kalimat dan
ternyata tidak mengerti substansi sama sekali. Tentu saja kutipan itu, terutama
kata “pemimpin” menjadi kata yang sangat sensitif bagi Herodes, karena saat itu
dialah pemimpin bangsa Yahudi (King of the Jews) di bawah kekaisaran Romawi.
Iman Kristen
meyakini bahwa Yesus adalah raja tetapi bukanlah raja sebagaimana raja-raja
dunia ini memerintah. Di kemudian hari, ketika Yesus diadili di depan Pilatus,
dan ketika Pilatus bertanya, “Bangsa-Mu
sendiri yang telah menyerahkan Engkau kepadaku. Apa yang telah Engkau perbuat?”
Yesus menjawab, “Kerajaan-Ku bukan dari
dunia ini.” (Yohanes 18:35-36).
Jadi posisi
Herodes sebagai raja kala itu sebenarnya tidak terancam sama sekali oleh
kehadiran Yesus sebagai raja, karena Yesus tidak datang untuk mengambil tahta
Herodes.
Seandainya
para pemimpin agama itu mengerti substansi, ceritanya akan berbeda. Tetapi
memang mereka adalah pemimpin yang cuma pintar dan hafal dengan ayat-ayat tanpa
mengerti makna.
Setelah
mendengar itu, air muka Herodes pun berubah, tetapi ia berusaha bersikap ramah
kepada orang-orang Majus itu, “Pergilah sampai kalian menemukan bayi itu,
setelah itu datanglah kembali kemari, nanti aku pun akan datang untuk menyembah
Dia.”
Sejak saat
itu Herodes terus gelisah. Ia menunggu kabar selama hampir dua tahun, tiap
malam tak bisa tidur nyenyak, tetapi orang-orang Majus itu tidak kembali
kepadanya. Maka Herodes meradang. “Bunuh setiap anak laki-laki di wilayahku
yang umurnya di bawah dua tahun!” titahnya kepada para pengawalnya.
Itulah genosida
pertama menjelang dimulainya abad Masehi. Genosida itu terjadi karena adanya
salah nasihat, lalu menimbulkan praduga. Terlepas bahwa genosida itu juga telah
dinubuatkan oleh Nabi Yeremia, tetapi dampaknya ngeri. “Dengar, di Rama ada ratapan, tangisan yang pahit pedih: Rahel menangisi
anak-anaknya, ia tidak mau dihibur karena anak-anaknya, sebab mereka tidak ada
lagi” (Yeremia 31:15).
Nasihat yang
diberikan oleh seorang penasihat yang tidak kredibel sangat berbahaya. Di jaman
sekarang, penasihat semacam itu acap kali disebut sebagai “pembisik”. Ia bahkan
menjadi penentu sebuah keputusan yang diambil oleh pemimpinnya.
Ia lebih
pemimpin daripada pemimpin.
***
Serpong,
19 Des 2020
Titus J.
No comments:
Post a Comment