Kamu sudah sebelas tahun sekarang. Tidak terlalu aku pedulikan
cepatnya waktu berlalu, hingga tiba-tiba aku sadari tinggi badanmu sudah sampai
di kupingku, dan aku tak bisa lagi menggendong kamu seperti dulu.
Time
flies…
Sebentar lagi kamu akan melepaskan masa kanak-kanakmu dan
menjadi gadis remaja. Aku tak bisa lagi menganggapmu sebagai anak kecil, karena
cara berpikirmu pasti akan berbeda, jauh berbeda dengan jalan pikiranku semasa
aku seumur kamu dulu.
Sekarang
aku harus lebih sabar mendengarkan dan menyambut pertanyaan-pertanyaanmu, walau
terkadang pertanyaan-pertanyaanmu membuat aku tergagap. Dari situlah aku
menyadari bahwa tidaklah mungkin mengurung pikiranmu di dalam ruang yang
sempit, apalagi menahan langkahmu yang panjang dan cepat, langkah kaki yang akan
membawamu meraih cita-cita dan masa depan.
Mumpung masih ada waktu.
Seandainya aku bisa meminta agar waktu melambatkan putarannya
sedikit saja, agar aku punya lebih banyak waktu bersamamu dan menebus waktu-waktu
yang hilang.
Aku
bersyukur kamu begitu sederhana. Kamu menerima apapun yang diberikan oleh aku
dan mamimu tanpa pernah komplain. Ketika teman-temanmu sudah memiliki
smartphone dan iPad, kamu tak pernah cemburu, apalagi merengek-rengek, walaupun
aku tahu hatimu ingin memilikinya. Mungkin kamu bosan dengan nasihatku untuk bersabar
dan menunda sebentar lagi, sebentar saja, sampai usiamu cukup mengerti untuk
menggunakan alat-alat teknologi pintar itu dengan bertanggung-jawab.
"Pinjamlah punya mami," kataku. Dan kamu pun tak
keberatan memakai hp pinjaman, untuk sekedar chatting dengan teman-teman
sekolahmu. Setelah selesai, mamimu akan mengintip sedikit-sedikit apa yang kamu
obrolkan dengan teman-temanmu melalui alat teknologi yang menakjubkan itu. Kamu
pasti tahu hal itu, tapi kamu tak pernah komplain.
Kamu
sudah berteman akrab dengan teknologi, tetapi kamu selalu memintaku untuk menceritakan
masa kecilku. Walaupun aku selalu beralasan bahwa masa kecilku tidak menarik,
tetapi cerita masa kecilku itu bagimu tetaplah merupakan kisah yang luar biasa,
dan kamu selalu menyimaknya dengan antusias dan mata yang berbinar; tentang
petualanganku bermain lumpur di sawah dan kerbau di kubangan, tentang
kenakalanku, tentang rotan yang acapkali mendarat di kakiku, dan tentang
rapor sekolahku yang angka-angkanya selalu biru.
Mumpung
masih ada waktu, aku rindu untuk bisa setiap hari mengantarmu ke sekolah, agar
di perjalanan bisa kuceritakan apa saja kepadamu.
Banyak
temanku bilang kamu sangat mirip denganku; rupamu, gayamu, sifatmu, bahkan
kegemaranmu dalam banyak hal. Aku tak tahu apakah benar demikian.
Tapi kamu memang pernah bilang bahwa kamu kelak ingin seperti aku. "I want to be like papi," katamu suatu hari dalam perjalanan ke sekolah.
Tapi kamu memang pernah bilang bahwa kamu kelak ingin seperti aku. "I want to be like papi," katamu suatu hari dalam perjalanan ke sekolah.
Aku ragu, benarkah kamu ingin seperti aku? Seandainya kamu telah
mendengar dengan lengkap seluruh riwayat hidupku, masihkah kamu ingin menjadi
seperti aku?
Ah. Harusnya kutulis ini semalam seusai kita makan
bersama, tepat di hari ulang tahunmu, tetapi terpaksa aku tunda karena mataku
berat.
Selamat
ulang tahun, Nak. Jika kelak kamu telah menjadi orang nanti, tetaplah menjadi
sederhana, kerjakanlah panggilan hidupmu untuk melayani, sebab
nilai dari seseorang bukanlah dari seberapa banyak yang ia punyai, melainkan
seberapa banyak yang ia berikan. Semoga Tuhan Yesus bangga kepadamu.
***
Serpong, 16 Sep 2017
Titus J.
Titus J.