Thursday, April 14, 2022

Barabas Pulang

Renungan Jumat Agung

Hari Jumat itu, di sebuah warung remang-remang, Barabas minum anggur hingga mabuk. Ia merayakan pembebasannya bersama dengan kawan-kawannya yang sebenarnya sudah melupakannya.

Sebenarnya mereka telah mencoret nama Barabas dari anggota gerombolan para pemberontak itu begitu mereka tahu Barabas telah dijatuhi hukuman mati. Mereka menantikan kabar kapan eksekusi mati di tiang salib akan dilakukan, lalu mereka akan memberikan penghormatan terakhir ala kadarnya.

Tetapi tiba-tiba di Jumat pagi itu terjadi hiruk-pikuk di depan gedung pengadilan di Yerusalem. Berita begitu cepat menyebar ke segala penjuru kota bahkan hingga ke bilik-bilik tertutup tempat gerombolan kawan-kawan Barabas itu bersembunyi.

“Ada lotre!” kata seseorang.

“Tuan Gubernur akan melotre satu orang kriminal untuk dibebaskan!” kata yang lain.

Benar. Pada hari raya Paskah orang Yahudi, sesuai tradisi, penguasa Romawi akan membebaskan satu orang terpidana mati. Ada banyak terpidana mati yang meringkuk dalam penjara, dan keputusan pada hari Jumat itu benar-benar seperti lotre karena tak seorang pun tahu siapa yang bakal dibebaskan.

Semua orang menanti dengan berdebar-debar.

Dari atas balkon gedung pengadilan, Pilatus berteriak, “Siapa yang kalian kehendaki untuk kubebaskan, Yesus atau Barabas?”

Dua-duanya nama yang terkenal.

Barabas sudah mendekam dalam penjara beberapa tahun. Yesus baru ditangkap semalam sebelumnya di taman Getsemani, diadili semalam-malaman secara marathon oleh para pemuka agama, dan hari itu mereka menyerahkan Yesus kepada Pilatus untuk menuntut vonis.

“Yesus atau Barabas, saudara-saudara???!!!” Pilatus mengulangi pertanyaannya dengan teriak yang lantang.

Pertanyaan Pilatus ini sebenarnya hanyalah basa-basi belaka, karena kedua calon yang disebut itu bukanlah calon yang sepadan dan seimbang. Sebelumnya Pilatus telah menginterogasi Yesus, tetapi tidak menemukan kesalahan apapun. Bolak-balik ia keluar masuk gedung, berbicara dengan Yesus sebagai terdakwa, lalu bertanya kepada massa sebagai penuntut, tetapi tetap tidak ada dasar hukum untuk menghukum Yesus.

Tiba-tiba entah siapa yang memulai, dari antara kerumunan massa ada yang berteriak, “Bebaskan Barabas!”

Pilatus kaget. Seluruh rakyat tahu bahwa Barabas adalah penjahat yang berbahaya karena selain seorang pemberontak juga pembunuh yang brutal.

Pilatus terdiam. Dalam benaknya ia berpikir, rakyat seharusnya memintanya agar segera mengeksekusi Barabas, tetapi mengapa mereka malah menghendaki Barabas dibebaskan?

Dengan ragu Pilatus bertanya, “Jadi… hmm… apa yang harus kulakukan kepada Yesus ini?”

“Salibkan Dia!!!” kata seseorang dari antara kerumunan. Seruan ini begitu lantang dan nadanya begitu memprovokasi. Bagaikan bensin yang disiramkan ke atas bara api, suasana di depan gedung itu menjadi semakin panas membakar.

Dan, demi mendengar seruan itu, maka yang lain pun berteriak, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!”

Massa mengepalkan tangan dan merangsek maju mendekati tentara yang berjaga membentuk pagar betis.

“Kalian menuntut agar aku menyalibkan Yesus, tetapi kejahatan apa yang telah dilakukan-Nya?” teriak Pilatus kepada massa. Tetapi teriakan “Salibkan Dia!!!” makin membahana membelah langit.

Pilatus masih berbicara, tetapi suaranya tertelan oleh gemuruh massa yang makin keras berteriak: “Salibkan Dia!!!”

Betapa dalil “pokoknya” sungguh berkuasa, lebih berkuasa daripada penguasa Romawi di Yerusalem saat itu.

Akhirnya massa menang dengan teriakan mereka. Mereka menang karena dalil “pokoknya”, terserah mau pakai alasan apa, pokoknya Yesus harus mati.

Pilatus mengambil baskom berisi air dan mencuci tangannya di depan massa, dan memberi kode kepada komandan tentaranya.

Lalu Yesus digelandang oleh tentara dengan tangan terbelenggu. Massa yang sempat mendekat kemudian meninju muka-Nya dan meludahi wajah-Nya.

Beberapa saat kemudian, terlihat Barabas digelandang oleh tentara keluar gedung pengadilan dengan pergelangan tangan yang lebam bekas belenggu. Tidak jelas, apakah belenggu yang mengikat tangan Yesus adalah belenggu bekas dari tangan Barabas.

Barabas menghirup dalam-dalam udara bebas. Baginya udara pagi itu begitu segar walaupun di luar gedung pengadilan begitu pengap karena penuh sesak dengan massa yang terus berteriak.

Hari Jumat itu menjadi hari yang sangat indah bagi Barabas. Ia melihat gedung pengadilan dengan pandangan tak percaya, karena disitulah beberapa tahun yang lalu ia divonis mati.

Malam sebelumnya ia hanya melihat tiang salib yang bakal menggantung tubuhnya. Ia tak bisa membayangkan kesakitan yang bakal dirasanya ketika paku menembus tangan dan kakinya, lalu salib ditegakkan. Tentara-tentara Romawi yang dingin itu akan membiarkan matahari terik memanggang tubuhnya yang mengucur darah… sampai darahnya mengering, sampai ia mati pelan-pelan.

Dari tempat duduknya di warung minum itu, bulu kuduknya tiba-tiba berdiri ketika pikirannya melayang ke bukit Golgota, tempat para terpidana mati dieksekusi di atas tiang salib. Bukit yang berarti “tempat tengkorak” itu memang menyeramkan karena penuh tumpukan tengkorak dan tulang-belulang yang berserakan.

Ia menuangkan lagi anggur ke gelasnya, lalu menenggaknya dengan cepat.

“Mimpi apa kau semalam, Barabas? Semestinya besok atau lusa tubuhmu sudah membusuk di bukit itu,” kata pemilik warung itu.

“Hmmm…”

“Beruntung kau, Barabas!” kata salah satu kawannya.

Kawan-kawannya tahu persis Barabas yang hidupnya penuh kekerasan dan kebengisan.

“Hmmm…”

Barabas hanya bisa menjawab dengan sendawa karena terlalu banyak minum anggur. Ia tak mengerti mengapa nyawanya yang siap terbang itu masih melekat di raganya. Ia tak memperjuangkan apa-apa untuk nyawanya yang cuma sehelai itu. Yang ia tahu tadi pagi tentara Romawi itu tiba-tiba menyuruhnya pulang.

Dan begitulah, ia pulang begitu saja.

Malam semakin larut. Barabas terkapar di bale-bale warung itu.

Sementara itu, salib yang harusnya untuk menggantung tubuhnya telah berdiri tegak di Golgota, berlumuran darah, tetapi bukan darahnya.

“You contribute nothing to your salvation except the sin that made it necessary." - Jonathan Edwards.

***

Serpong, 14 Apr 2022

Titus J.

Colin Powell Who Firmed About His Calling

General Colin Powell was not only a successful military soldier, but also politician, diplomat, and statesman. In the 1995s, he was a pres...