Story#1 Days of Advent
.
Maria muda merapikan kerudung di kepalanya. Ia hendak melangkah keluar
kamarnya, di sebuah pagi yang masih temaram, ketika dedaunan yang mengintip
jendela kamarnya masih basah oleh embun pagi.
Di benaknya ia sudah memiliki rencana. Hari itu ia ingin membuat penganan
kesukaan Yusuf, tunangannya, yang seminggu sebelumnya menghadiahinya dengan
sebuah meja rias lengkap dengan kursinya yang terbuat dari kayu kecoklatan yang
urat kayunya mengular begitu halus, tanda dikerjakan oleh seorang yang terampil.
Maria tak bosan-bosannya memandangi meja rias itu ketika tiba-tiba sebuah
suara menyapanya. "Salam..."
Maria terkejut. Siapakah yang tiba-tiba masuk ke rumahnya sepagi ini?
"Salam... Maria!" ulang suara itu. Lutut Maria goyah. Di
hadapannya berdiri seorang yang rupawan. Belum pernah dilihatnya tamu
yang tidak seperti kebanyakan orang itu. Maria ingin mengucap sesuatu
tetapi tamu itu mendahului: "Engkau telah beroleh kasih karunia di hadapan
Allah. Engkau akan mengandung seorang bayi. Namailah Dia Yesus.."
Pagi yang sejuk serta-merta terasa menghangat. Tubuh Maria serasa
terangkat dari tanah yang dipijaknya, pikirannya melayang dan campur-aduk
antara takut, bingung, dan heran.
"Oh, ahh, aku... hmm...mana mungkin, Tuan? Aku belum bersuami.
Ughh...!" jawabnya dengan bibir gemetar. Ia memandang meja rias pemberian
Yusuf. Di situlah nanti ia akan berdandan secantik-cantiknya pada hari
perkawinannya beberapa bulan mendatang. Maria bingung. Ia mengelus perutnya,
tipis, perut seorang perawan.
"Engkau mengandung bukan oleh seorang laki-laki," kata tamu itu.
Maria tersengat oleh kalimat tamu itu. "Jadi aku mengandung seorang
Anak? Tanpa bersentuhan dengan laki-laki?" pikir Maria. Ia telah diajar
oleh ayah dan ibunya dengan teliti tentang Taurat, dan ia tahu akibatnya hamil
di luar perkawinan yang sah.
"Ak.. Aku tidak mengerti, Tuan..," sahut Maria.
"Anak dalam kandunganmu adalah dari Roh Kudus. Dia akan disebut Anak
Allah, dan Kerajaan-Nya tak berkesudahan. Dialah yang akan membebaskan umat-Nya
dari dosa mereka."
Maria tepekur di dekat pintu kamarnya. Jika benar perkataan tamu itu, tak
lama lagi perutnya akan membesar, tetapi bukan buah cintanya kepada Yusuf.
Dari jendela berhembuslah angin pagi menyentuh rambut dan kerudungnya yang
tipis. Ia meraba perutnya lagi. Di sanalah Allah akan meminjam ruang sempit itu
untuk menitipkan Anak-Nya. Sejuta angan jalin-menjalin memenuhi ruang
pikirannya. "Siapakah aku sehingga Anak Yang Maha Tinggi sudi tinggal di rahimku?"
pikirnya. Dan ia tetap tak mengerti.
Tamu itu masih berdiri di depannya dengan wibawa yang menaklukkan
perasaannya.
"Hhhh... Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut
perkataanmu, Tuan."
Lalu tamu itu meninggalkannya.
Maria berdiri berpegangan pada meja riasnya, lalu duduk di kursinya. Lama
ia termenung. Ia harus merelakan rajutan hari depannya dengan Yusuf pupus, demi
Anak Titipan itu.
Maria menuju jendela kamarnya. Dilihatnya embun mulai mencair di atas
dedaunan. Ia lupa rencananya untuk membikin penganan untuk Yusuf.
***
Serpong, 28 Nov 2020
Titus J.