Sunday, December 11, 2016

Doa Seorang Koruptor

Tuhan, berilah aku hati yang bijaksana untuk menggunakan uang yang Kau berikan kepadaku hari ini melalui seorang pengusaha yang aku bantu memenangkan sebuah proyek.  

Sebenarnya aku agak gugup waktu menerima segepok uang yang dibungkus kertas koran dan ditaruh di pangkuanku oleh pengusaha itu, tapi bau lembaran-lembaran uang yang masih baru dan licin itu sangat menggodaku hingga tak sanggup aku menolaknya. Lagipula aku tidak meminta, bukan? Pengusaha itu yang ikhlas memberi, katanya tidak baik menolak rejeki. Ia tampak begitu ramah dan senyumnya tulus ketika menyodorkan bungkusan itu. Apakah itu suap, Tuhan? sedangkan pengusaha itu hanya ingin mengungkapkan terimakasih? Ah, Tuhan, aku kira hanya orang-orang yang sok suci sajalah yang menyebut hal itu sebagai suap.

Tuhan, dengan segepok uang yang sudah kuletakkan di dalam brankas, ijinkanlah aku menjelaskan rencanaku kepada-Mu, dan kumohon Engkau berkenan mendengarkan doaku dengan sabar.

Jika besok matahari terbit tepat waktu dan cuaca cerah, aku akan mengajak istriku jalan-jalan ke Singapura. Tiket perjalanan first class sudah disiapkan oleh teman baikku si pengusaha itu. Di sana nanti aku akan membelikan istriku sebuah tas bermerk Hermes seperti yang dipakai oleh istri pejabat di kantor sebelah, agar istriku tidak merasa minder pada waktu ia kumpul-kumpul dengan istri-istri pejabat di waktu arisan. Sebenarnya aku kurang sreg membeli tas baru lagi untuk istriku, karena baru sebulan yang lalu ia kubelikan Louis Vuitton, tetapi aku tak tahan mendengar rengekan istriku, terlebih setelah ia bertemu dengan istri pejabat di kantor sebelah itu yang menenteng Hermes dengan pongah.

Selepas dari Singapura nanti, Tuhan, aku akan membawa istriku ke Hong Kong. Di sana nanti aku akan mampir ke butik untuk mencari Prada, agar istriku terlihat anggun dan cantik pada waktu menghadiri kondangan anak seorang pengusaha lain yang pernah aku bantu memenangkan proyek. Sebenarnya istriku bisa mengenakan Givenchy yang aku belikan tiga bulan yang lalu, tetapi rasanya ia akan komplain karena menurutnya pakaian yang sudah berumur tiga bulan itu sudah old fashion. Aku tidak mau dianggap pelit oleh istriku, Tuhan.

Jika nanti aku sudah ketemu dengan Prada yang cocok buat istriku, selanjutnya aku akan mencari Jimmy Choo. Engkau jangan salah sangka, ya Tuhan, karena Jimmy Choo yang akan kucari itu bukan temanku, melainkan sepatu yang modis yang akan membuat kaki istriku bisa mengayunkan langkah satu-satu bagai peragawati di atas catwalk.

Dan menyempurnakan dandanan istriku itu, aku akan melengkapinya dengan parfum Chanel No. 5 yang legendaris itu. Percayalah, Tuhan, orang bakal terpesona ketika istriku lewat karena aroma yang dihembuskannya akan tertinggal di kepala setiap orang walaupun istriku sudah melangkah sejauh seratus meter. Paduan antara Hermes, Prada, Jimmy Choo dan Chanel No. 5 bakal membuat istriku tersenyum semringah sambil memperlihatkan giginya yang gingsul itu.

Tuhan, apakah aku terlalu memanjakan istriku? Kumohon Engkau tidak menuduhku demikian, karena ia memang harus berpenampilan seperti itu sebagai istri pejabat terhormat seperti aku. Engkau tentu tidak menginginkan hamba-Mu ini dipermalukan karena kami berpenampilan gembel, bukan? Nanti dikira orang kami bukanlah orang-orang yang bertakwa kepada-Mu karena hidup serba mengirit.

Nanti sepulang dari Hong Kong, tolong ingatkan aku ya Tuhan, akan janjiku kepada anak sulungku untuk mengantarkannya ke dealer Lamborghini. Ini adalah hadiah ulang tahun untuknya yang sempat tertunda karena kesibukanku sebagai pejabat. Memang sih, ia sudah punya Porsche tetapi katanya ia sudah bosan, karena teman-temannya sudah mulai mengganti mobilnya dengan yang baru. Lagipula space garasiku juga masih luas dan masih cukup untuk memarkir empat sampai lima mobil yang lain.

Dan bulan depan aku punya janji dengan anakku yang bungsu untuk mengantarkannya ke Amerika melihat-lihat beberapa universitas terkemuka. Kenyataannya di negeriku ini orang pintar lulusan luar negeri lebih dihargai, bukan? Jika anakku nanti pulang dari Amerika membawa gelar MBA, aku akan minta teman baikku pengusaha itu untuk mengajarinya berbisnis dengan cerdas. Ya, cerdas seperti dia, yang tidak cuma mengandalkan ilmu MBA nya tapi juga pintar melakukan lobby kepada pejabat seperti aku. Aku sendiri akan mengajarinya untuk tidak kikir dan selalu membagi rejeki kepada para pejabat yang memegang kekuasaan. Aku sudah belajar untuk tidak serakah, sehingga bagi-bagi rejeki dari proyek merupakan suatu keharusan agar jalannya proyek aman.

Tuhan, jika aku pergunakan uang pemberian pengusaha itu untuk membahagiakan keluargaku, tentu Engkaupun akan senang, bukan? Karena keluarga yang harmonis dan berkelimpahan akan membantu pemerintah meringankan bebannya dalam mengurangi masalah-masalah sosial dan memperkecil kriminalitas. Engkau tentu tahu, Tuhan, banyak masalah di negeriku ini yang cara menyelesaikannya begitu gampang, hanya dengan uang saja semua persoalan akan beres.

Lagipula Engkau tidak perlu ragu akan ketakwaanku kepada-Mu, karena sebagian dari uangku pasti akan aku salurkan kepada panti asuhan, yayasan-yayasan amal dan juga untuk membangun tempat-tempat ibadah, agar semakin banyak orang dapat beribadah dan menyerukan Nama-Mu. Jika orang-orang rajin mendatangi tempat ibadah, tentu mereka akan menjadi orang yang saleh, bukan? Negeri ini butuh orang-orang saleh yang doa-doanya bisa menembus Surga. Jadi biarkanlah kami berbagi peran, aku akan membantu teman-temanku pengusaha mengerjakan proyek, dan mereka yang saleh tetap beribadah dan mendoakan kami agar selalu dilancarkan dalam semua urusan proyek pembangunan.

Tuhan, tolonglah kami terhadap ancaman pejabat-pejabat yang sok suci, yang selalu gembar-gembor akan pemerintahan yang bersih. Hari-hari belakangan ini mulai muncul model pejabat-pejabat yang sok sederhana dan dijuluki anti korupsi. Apakah mereka sudah berpikir waras, mana mungkin budaya proyek timbal-balik yang sudah berlangsung puluhan tahun ini bisa diubah? Aku terkadang tersenyum, Tuhan, melihat mereka begitu bersemangat mengumandangkan jargon revolusi mental. Apakah mereka tidak menyadari sikap yang gagah-gagahan itu bakal berisiko terhadap mereka sendiri?

Tetapi, Tuhan, dari antara sejumlah pejabat seperti itu aku paling risau dengan seorang Gubernur. Engkau pasti tahu yang aku maksudkan, seorang Gubernur yang dianggap kafir oleh sebagian orang, yang sekarang kami anggap sebagai musuh bersama. Aku berdoa kepada-Mu memohon agar ia segera bertobat, dan kembali ke jalan yang benar. Semoga Engkau menghadirkan terang-Mu untuk menyingkap dosa-dosanya, karena gara-gara dia banyak proyek yang tidak jadi dikerjakan. Bagaimana mau mengerjakan proyek jika kami selalu dibayang-bayangi ketakutan dituduh korupsi? Dulu aku tidak pernah merasa was-was, tetapi sekarang untuk makan siang dengan pengusaha aku harus sesering mungkin menoleh ke kanan dan ke kiri. Apa enaknya makan di restoran berkelas jika makan steak terasa makan tempe? Padahal sebelumnya, dalam setiap makan siang banyak terjadi deal-deal proyek yang ujung-ujungnya demi pembangunan dan kemakmuran rakyat.

Engkau tentu mengerti, Tuhan, proyek yang tidak jadi dikerjakan akan berdampak terhadap ekonomi, karena tenaga kerja tidak bisa diserap sehingga mengakibatkan pengangguran meningkat. Harusnya Gubernur itu tahu akan hal ini, tetapi ia begitu ketat dan teliti mengontrol anggaran,sehingga ruang gerak kami para pejabat dan para pengusaha menjadi semakin sempit.

Tuhan, bantulah aku untuk mengubah situasi ini. Jika Gubernur itu tidak bisa bertobat dengan sukarela, mungkin kami harus membantunya untuk bertobat dengan cara kami. Aku dan teman-temanku sudah mencari-cari noda dan cela pada Gubernur itu, berharap setidaknya ia tersandung korupsi walau sedikit, tetapi hasilnya nihil. Kami seperti mencari jarum di tumpukan jerami dan mengharapkan pohon mangga berbuah durian. Malahan, kami semakin geram karena justru ia memperoleh penghargaan anti corruption award. 

Satu-satunya celah yang masih mungkin, seperti yang disampaikan oleh teman-temanku adalah mulutnya. Mulutnya yang ceplas-ceplos itu bisa menjadi peluang. Telah lama kami menunggu ia keseleo lidah, mengucapkan sesuatu yang salah yang nantinya bisa kami jadikan alasan untuk menjeratnya, tetapi lidahnya yang tajam itu walaupun membuat merah telinga, tak bisa dijadikan kasus hukum karena kata-katanya yang pedas itu memang terbukti benar.

Dan yang membuat aku dan teman-temanku semakin membencinya adalah makin banyak orang yang memujanya. Mungkin Engkau bisa browsing di internet (apakah Engkau juga suka browsing internet, Tuhan?), ia telah menjadi media darling dan apapun juga aktifitasnya selalu menjadi berita. Komentar-komentar dari netizen terhadap apa yang dilakukannya kebanyakan bernada positif. Aku sendiri heran, Tuhan, bagaimana para netizen itu begitu terpesona kepada Gubernur itu? Aku harap Engkau tidak seperti para netizen yang sok tahu dan kampungan itu, Tuhan.

Inti dari doaku ini, Tuhan, jika aku dan teman-temanku mengharapkan ia tersandung dan jatuh, hal itu semata-mata demi kepentingan rakyat. Oleh sebab itu, Tuhan, bantulah aku untuk mencegahnya terpilih kembali pada pemilihan Gubernur yang akan datang. Aku berjanji pada-Mu, Tuhan, jika upaya kami berhasil, apa yang kami peroleh dari setiap proyek akan kami berikan tigapuluh persen untuk-Mu. Jika kurang, empat puluh persen bahkan lima puluh persen pun aku tak keberatan.

Tapi sebelumnya kita perlu sepakat dulu, Tuhan, bahwa ini bukan suap, melainkan tanda terimakasih saja.

Amin.

***

A man who has never gone to school may steal a freight car; but if he has a university education, he may steal the whole railroad (Theodore Roosevelt)

Serpong, Des 2016
Titus J.

Colin Powell Who Firmed About His Calling

General Colin Powell was not only a successful military soldier, but also politician, diplomat, and statesman. In the 1995s, he was a pres...