Tuhan,
berilah aku hati yang bijaksana untuk menggunakan uang yang Kau berikan
kepadaku hari ini melalui seorang pengusaha yang aku bantu memenangkan sebuah
proyek.
Sebenarnya aku agak gugup waktu
menerima segepok uang yang dibungkus kertas koran dan ditaruh di pangkuanku
oleh pengusaha itu, tapi bau lembaran-lembaran uang yang masih baru dan licin
itu sangat menggodaku hingga tak sanggup aku menolaknya. Lagipula aku tidak
meminta, bukan? Pengusaha itu yang ikhlas memberi, katanya tidak baik menolak
rejeki. Ia tampak begitu ramah dan senyumnya tulus ketika menyodorkan bungkusan
itu. Apakah itu suap, Tuhan? sedangkan pengusaha itu hanya ingin mengungkapkan
terimakasih? Ah, Tuhan, aku kira hanya orang-orang yang sok suci sajalah yang
menyebut hal itu sebagai suap.
Tuhan, dengan
segepok uang yang sudah kuletakkan di dalam brankas, ijinkanlah aku menjelaskan
rencanaku kepada-Mu, dan kumohon Engkau berkenan mendengarkan doaku dengan
sabar.
Jika besok
matahari terbit tepat waktu dan cuaca cerah, aku akan mengajak istriku
jalan-jalan ke Singapura. Tiket perjalanan first
class sudah disiapkan oleh teman baikku si pengusaha itu. Di sana nanti aku
akan membelikan istriku sebuah tas bermerk Hermes seperti yang dipakai oleh
istri pejabat di kantor sebelah, agar istriku tidak merasa minder pada waktu ia
kumpul-kumpul dengan istri-istri pejabat di waktu arisan. Sebenarnya aku kurang
sreg membeli tas baru lagi untuk istriku, karena baru sebulan yang lalu ia
kubelikan Louis Vuitton, tetapi aku tak tahan mendengar rengekan istriku,
terlebih setelah ia bertemu dengan istri pejabat di kantor sebelah itu yang
menenteng Hermes dengan pongah.
Selepas dari
Singapura nanti, Tuhan, aku akan membawa istriku ke Hong Kong. Di sana nanti aku
akan mampir ke butik untuk mencari Prada, agar istriku terlihat anggun dan
cantik pada waktu menghadiri kondangan anak seorang pengusaha lain yang pernah
aku bantu memenangkan proyek. Sebenarnya istriku bisa mengenakan Givenchy yang
aku belikan tiga bulan yang lalu, tetapi rasanya ia akan komplain karena
menurutnya pakaian yang sudah berumur tiga bulan itu sudah old fashion. Aku tidak mau dianggap pelit oleh istriku, Tuhan.
Jika nanti
aku sudah ketemu dengan Prada yang cocok buat istriku, selanjutnya aku akan
mencari Jimmy Choo. Engkau jangan salah sangka, ya Tuhan, karena Jimmy Choo
yang akan kucari itu bukan temanku, melainkan sepatu yang modis yang akan
membuat kaki istriku bisa mengayunkan langkah satu-satu bagai peragawati di
atas catwalk.
Dan menyempurnakan
dandanan istriku itu, aku akan melengkapinya dengan parfum Chanel No. 5 yang
legendaris itu. Percayalah, Tuhan, orang bakal terpesona ketika istriku lewat
karena aroma yang dihembuskannya akan tertinggal di kepala setiap orang
walaupun istriku sudah melangkah sejauh seratus meter. Paduan antara Hermes,
Prada, Jimmy Choo dan Chanel No. 5 bakal membuat istriku tersenyum semringah
sambil memperlihatkan giginya yang gingsul itu.
Tuhan, apakah
aku terlalu memanjakan istriku? Kumohon Engkau tidak menuduhku demikian, karena
ia memang harus berpenampilan seperti itu sebagai istri pejabat terhormat seperti
aku. Engkau tentu tidak menginginkan hamba-Mu ini dipermalukan karena kami
berpenampilan gembel, bukan? Nanti dikira orang kami bukanlah orang-orang yang bertakwa
kepada-Mu karena hidup serba mengirit.
Nanti
sepulang dari Hong Kong, tolong ingatkan aku ya Tuhan, akan janjiku kepada anak
sulungku untuk mengantarkannya ke dealer
Lamborghini. Ini adalah hadiah ulang tahun untuknya yang sempat tertunda karena
kesibukanku sebagai pejabat. Memang sih, ia sudah punya Porsche tetapi katanya
ia sudah bosan, karena teman-temannya sudah mulai mengganti mobilnya dengan
yang baru. Lagipula space garasiku
juga masih luas dan masih cukup untuk memarkir empat sampai lima mobil yang
lain.
Dan bulan
depan aku punya janji dengan anakku yang bungsu untuk mengantarkannya ke
Amerika melihat-lihat beberapa universitas terkemuka. Kenyataannya di negeriku
ini orang pintar lulusan luar negeri lebih dihargai, bukan? Jika anakku nanti pulang
dari Amerika membawa gelar MBA, aku akan minta teman baikku pengusaha itu untuk
mengajarinya berbisnis dengan cerdas. Ya, cerdas seperti dia, yang tidak cuma
mengandalkan ilmu MBA nya tapi juga pintar melakukan lobby kepada pejabat
seperti aku. Aku sendiri akan mengajarinya untuk tidak kikir dan selalu membagi
rejeki kepada para pejabat yang memegang kekuasaan. Aku sudah belajar untuk
tidak serakah, sehingga bagi-bagi rejeki dari proyek merupakan suatu keharusan
agar jalannya proyek aman.
Tuhan, jika aku
pergunakan uang pemberian pengusaha itu untuk membahagiakan keluargaku, tentu
Engkaupun akan senang, bukan? Karena keluarga yang harmonis dan berkelimpahan
akan membantu pemerintah meringankan bebannya dalam mengurangi masalah-masalah
sosial dan memperkecil kriminalitas. Engkau tentu tahu, Tuhan, banyak masalah
di negeriku ini yang cara menyelesaikannya begitu gampang, hanya dengan uang
saja semua persoalan akan beres.
Lagipula
Engkau tidak perlu ragu akan ketakwaanku kepada-Mu, karena sebagian dari uangku
pasti akan aku salurkan kepada panti asuhan, yayasan-yayasan amal dan juga untuk
membangun tempat-tempat ibadah, agar semakin banyak orang dapat beribadah dan
menyerukan Nama-Mu. Jika orang-orang rajin mendatangi tempat ibadah, tentu
mereka akan menjadi orang yang saleh, bukan? Negeri ini butuh orang-orang saleh
yang doa-doanya bisa menembus Surga. Jadi biarkanlah kami berbagi peran, aku akan
membantu teman-temanku pengusaha mengerjakan proyek, dan mereka yang saleh
tetap beribadah dan mendoakan kami agar selalu dilancarkan dalam semua urusan proyek
pembangunan.
Tuhan,
tolonglah kami terhadap ancaman pejabat-pejabat yang sok suci, yang selalu gembar-gembor
akan pemerintahan yang bersih. Hari-hari belakangan ini mulai muncul model
pejabat-pejabat yang sok sederhana dan dijuluki anti korupsi. Apakah mereka
sudah berpikir waras, mana mungkin budaya proyek timbal-balik yang sudah
berlangsung puluhan tahun ini bisa diubah? Aku terkadang tersenyum, Tuhan,
melihat mereka begitu bersemangat mengumandangkan jargon revolusi mental.
Apakah mereka tidak menyadari sikap yang gagah-gagahan itu bakal berisiko
terhadap mereka sendiri?
Tetapi, Tuhan,
dari antara sejumlah pejabat seperti itu aku paling risau dengan seorang
Gubernur. Engkau pasti tahu yang aku maksudkan, seorang Gubernur yang dianggap
kafir oleh sebagian orang, yang sekarang kami anggap sebagai musuh bersama. Aku
berdoa kepada-Mu memohon agar ia segera bertobat, dan kembali ke jalan yang
benar. Semoga Engkau menghadirkan terang-Mu untuk menyingkap dosa-dosanya,
karena gara-gara dia banyak proyek yang tidak jadi dikerjakan. Bagaimana mau
mengerjakan proyek jika kami selalu dibayang-bayangi ketakutan dituduh korupsi?
Dulu aku tidak pernah merasa was-was, tetapi sekarang untuk makan siang dengan
pengusaha aku harus sesering mungkin menoleh ke kanan dan ke kiri. Apa enaknya
makan di restoran berkelas jika makan steak terasa makan tempe? Padahal
sebelumnya, dalam setiap makan siang banyak terjadi deal-deal proyek yang ujung-ujungnya demi pembangunan dan
kemakmuran rakyat.
Engkau tentu
mengerti, Tuhan, proyek yang tidak jadi dikerjakan akan berdampak terhadap
ekonomi, karena tenaga kerja tidak bisa diserap sehingga mengakibatkan
pengangguran meningkat. Harusnya Gubernur itu tahu akan hal ini, tetapi ia begitu
ketat dan teliti mengontrol anggaran,sehingga ruang gerak kami para pejabat dan
para pengusaha menjadi semakin sempit.
Tuhan, bantulah
aku untuk mengubah situasi ini. Jika Gubernur itu tidak bisa bertobat dengan
sukarela, mungkin kami harus membantunya untuk bertobat dengan cara kami. Aku
dan teman-temanku sudah mencari-cari noda dan cela pada Gubernur itu, berharap
setidaknya ia tersandung korupsi walau sedikit, tetapi hasilnya nihil. Kami
seperti mencari jarum di tumpukan jerami dan mengharapkan pohon mangga berbuah
durian. Malahan, kami semakin geram karena justru ia memperoleh penghargaan
anti corruption award.
Satu-satunya celah yang masih mungkin, seperti yang
disampaikan oleh teman-temanku adalah mulutnya. Mulutnya yang ceplas-ceplos itu
bisa menjadi peluang. Telah lama kami menunggu ia keseleo lidah, mengucapkan
sesuatu yang salah yang nantinya bisa kami jadikan alasan untuk menjeratnya,
tetapi lidahnya yang tajam itu walaupun membuat merah telinga, tak bisa
dijadikan kasus hukum karena kata-katanya yang pedas itu memang terbukti benar.
Dan yang
membuat aku dan teman-temanku semakin membencinya adalah makin banyak orang
yang memujanya. Mungkin Engkau bisa browsing
di internet (apakah Engkau juga suka browsing internet, Tuhan?), ia telah
menjadi media darling dan apapun juga
aktifitasnya selalu menjadi berita. Komentar-komentar dari netizen terhadap apa
yang dilakukannya kebanyakan bernada positif. Aku sendiri heran, Tuhan,
bagaimana para netizen itu begitu terpesona kepada Gubernur itu? Aku harap
Engkau tidak seperti para netizen yang sok tahu dan kampungan itu, Tuhan.
Inti dari
doaku ini, Tuhan, jika aku dan teman-temanku mengharapkan ia tersandung dan
jatuh, hal itu semata-mata demi kepentingan rakyat. Oleh sebab itu, Tuhan,
bantulah aku untuk mencegahnya terpilih kembali pada pemilihan Gubernur yang
akan datang. Aku berjanji pada-Mu, Tuhan, jika upaya kami berhasil, apa yang
kami peroleh dari setiap proyek akan kami berikan tigapuluh persen untuk-Mu.
Jika kurang, empat puluh persen bahkan lima puluh persen pun aku tak keberatan.
Tapi
sebelumnya kita perlu sepakat dulu, Tuhan, bahwa ini bukan suap, melainkan
tanda terimakasih saja.
Amin.
***
A man who has
never gone to school may steal a freight car; but if he has a university
education, he may steal the whole railroad (Theodore
Roosevelt)
Serpong, Des 2016
Titus J.