#RenunganNatal
Apakah Natal tahun ini akan meninggalkan jejaknya begitu usai? Selepas Silent
Night dikumandangkan, setelah nyala lilin dimatikan...
Apakah Natal tahun ini masih mengguratkan maknanya di hati kita, sedalam cinta
yang dilahirkan oleh perawan Maria? Ataukah Natal hanya lewat sebentar di depan
rumah kita, singgah tidak bahkan menyapapun tidak?
Apakah masih tersisa, kesyahduan Silent Night bekas tahun lalu, yang
membuat hati kita rindu memeluk bayi itu, yang terbaring di palungan yang bau?
Masihkah bibir kita sanggup menyerukan 'Joy to the world' - kepada dunia yang
sedang murung?
Natal sungguh akan berbeda tahun ini, ketika gemerlap lampu dan dekorasi pohon
Natal berdiri dalam sepi, karena tak ada orang berfoto selfie.
Dan dimanakah Sinterklas yang selalu menyambut anak-anak dengan pelukannya?
"Sinterklas tak jadi datang!" kata anak-anak yang selalu menantikan
kedatangannya, membawa sekarung mainan. "Ia tak mau pakai masker, karena
ia tak rela jenggotnya yang seputih salju itu jadi tampak aneh," kata anak
yang lain.
Tetapi anak-anak itu tetap menunggu Sinterklas, karena Sinterklas suka memeluk
dan menggendong mereka, sedangkan di rumah mama dan papa hanya asyik main hp.
Natal sungguh akan berbeda di tahun ini..
Ketika lonceng gereja tak terdengar senyaring dulu, dan lagu-lagu Christmas
Carol seolah menggema di ruang kosong.
Natal benar-benar berbeda..
Ketika album foto kita tak ada yang baru, dan kita hanya bisa mengais foto-foto
lama - tawa kita di semua spot Natal yang kita kunjungi: di London, Paris, New
York, saat tubuh menggigil di antara kereta salju yang ditarik seekor rusa di
Moscow, lamunan di antara gending Malam Kudus yang ditabuh gamelan di
Yogyakarta, dan wajah kita di antara asap barbecue di Nusa Dua...
Lalu halaman demi halaman lagi.. yang sekarang hanya berisi foto-foto kita ala
kadarnya: di gerobak asinan Bogor, di pikulan kerak telor di Kota Tua, dan di
taman asri sekitar kompleks rumah kita.
Natal kita sungguh akan berbeda tahun ini..
Oh, sebentar, Natal kita?
Apakah Natal ini milik kita?
Bukankah Natal adalah tentang bayi itu dan bukan tentang kita? Bukankah Natal
adalah kisah-Nya dan bukan kisah kita?
"Jika bukan pada Natal yang semarak, Natal yang sibuk, Natal yang penuh
acara dan rencana, dimanakah kutemukan makna Natal, Tuhan?" jerit hati
kita.
"Pergilah ke tempat Aku dilahirkan," kata-Nya, "Nanti kau akan
temukan makna Natal yang otentik, yang selama ini kau cari," lanjut-Nya
sembari mengemasi palungan dan kain lampin yang bernoda kotoran ternak.
Tuhan meletakkan kain lampin itu di ujung kaki lemari baju kita, karena dalam
lemari itu penuh sesak baju baru yang belum terpakai, tak ada ruang kosong.
Selamat Natal.
***
Serpong, 24 Des
2020
Titus J.
No comments:
Post a Comment