*Renungan Jumat Agung*
Pilatus sedang berada di dalam gedung pengadilan. Ia menunggu kedatangan imam-imam dan para pemuka agama Yahudi. Kabarnya, mereka akan menghadapkan seorang pengacau kepadanya untuk diadili. Sebagai Gubernur Yudea ia berwenang mengadili perkara sebagai hakim tunggal. Keputusannya mutlak.
Pilatus sudah tahu.
Beberapa hari lalu Orang yang disebut Yesus dari Nazaret ini membuat gempar
kota Yerusalem ketika Ia memasuki kota dengan menunggang seekor keledai. Orang
banyak menyebut-Nya raja.
“Hmmhh..
seorang raja menunggang keledai?” pikir Pilatus. Petugas intelnya juga memberi
informasi kepadanya bahwa Orang ini sama sekali tidak berbahaya bagi Romawi.
Tetapi Pilatus tahu bahwa kaum agama Yahudi menganggap-Nya pengacau karena
dengki.
Belum sempat ia
mencicipi anggur yang terhidang di atas meja, terdengarlah suara hiruk-pikuk di
luar gedung pengadilan. Tampaknya mereka sudah datang, katanya lirih pada diri
sendiri.
“Orang ini
menghujat Allah!” kata salah seorang imam sambil menarik Yesus ke
tengah-tengah.
“Dan menurut
hukum kami, Ia harus dihukum mati!” teriak imam yang lain.
Dilihatnya Kayafas
berada di antara para imam itu. Jubahnya berkilau. Ia sibuk bicara, tangannya
menuding dan mengepal, seperti tengah memberi instruksi kepada massa.
“Gila. Kaum fanatik!”
pikir Pilatus. “Sepagi ini aku harus mengadili perkara dan menjatuhkan hukuman mati?
Tidak! Sudah ada Barabas dan dua penjahat lain yang akan kugantung di Golgota
pada hari ini,” katanya dalam hati. Wajahnya mengeras dan dahinya mengerut.
“Tuan! Tiga
tiang salib sudah siap!” lapor komandan pasukannya.
Pilatus diam,
Di luar gedung
massa makin banyak berdatangan. Suasana gaduh sekali.
Pilatus memberi
isyarat dengan tangannya, lalu salah seorang prajurit yang berada di kerumunan menarik
Yesus dan membawa-Nya memasuki gedung.
“Engkaukah raja
orang Yahudi?” tanya Pilatus.
“Engkau sendiri
yang mengatakannya,” jawab Yesus.
“Apa yang
Engkau lakukan?”
Yesus diam.
Pilatus menuju
balkon, menatap massa yang menantikan keputusannya.
“Ecce Homo!”
(artinya: Lihat manusia itu!) teriak Pilatus sambil menunjuk ke arah Yesus.
“Aku tidak
mendapati kesalahan apapun pada-Nya!”
Tetapi teriakan
Pilatus dibalas dengan teriakan massa dengan suara lebih keras, “Enyahkan Dia! Enyahkan
Dia!”
Pilatus
menghampiri Yesus.
“Apa jawab-Mu
terhadap tuduhan-tuduhan mereka?”
Yesus tetap diam.
Pilatus heran.
Semua orang yang dihadapkan kepadanya dan didakwa dengan tuntutan berat selalu
berdalih bahwa mereka tidak bersalah. Tapi Orang ini diam saja.
“Tidakkah Kau
tahu? Tidakkah Kau mengerti? aku…!!!”
Pilatus menepuk
dadanya ketika kata ‘aku’ itu meluncur dari mulutnya.
Hening. Tak ada
jawaban selain suara massa di luar gedung yang hiruk-pikuk.
“Aku! Dengar!”
Pilatus mondar-mandir sambil menatap Yesus.
“Aku berkuasa
membebaskan Engkau! Hmmhhh…,” Pilatus menahan kalimatnya sejenak.
“Dan aku juga
berkuasa menyalibkan Engkau!”
Saat itulah
Yesus, dengan suara yang parau dan pelan, menatap Pilatus, “Engkau tidak
memiliki kuasa apapun terhadap Aku, jika kuasa itu tidak diberikan kepadamu
dari atas!”
Pilatus
terhenyak.
“Siapa
sesungguhnya Orang ini?” pikirnya. Ia langsung teringat apa yang dikatakan
istrinya sebelumnya, “Jangan engkau mencampuri perkara Orang benar itu, sebab
karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.”
Tetapi
pikirannya berkecamuk mendengar begitu banyak tuduhan yang dialamatkan kepada
Yesus, apalagi massa yang berkumpul itu sudah mulai memprovokasi untuk memancing
keributan.
“Bawa Barabas
kemari!” perintahnya kepada komandan pengawalnya.
Beberapa saat
kemudian, sang komandan datang menggelandang seseorang. Wajahnya keras, matanya
nanar menatap sekeliling.
Seperti
tersihir oleh kemunculan Barabas, massa terdiam.
Hening.
“Hari ini hari
rayamu. Pilih! mana yang kamu kehendaki untuk kubebaskan?”
Orang Yahudi
tidak bakal memilih Barabas. Mereka tak akan lupa kekejaman yang dilakukan oleh
penjahat berbahaya ini, pikir Pilatus.
Ditatapnya
wajah Barabas yang sangar itu, tegang, tetapi wajah Yesus yang lebam dan
berdarah-darah itu tertunduk.
Udara panas
berhembus keras dan menghamburkan debu di halaman gedung pengadilan.
Sunyi begitu
mencekam.
“Bebaskan
Barabas!” tiba-tiba sebuah teriakan muncul dari kerumunan massa memecah
kesunyian.
Pilatus
terkejut. Ia menajamkan telinganya.
“Bebaskan
Barabas!” teriakan itu muncul lagi lalu disambung dengan teriakan-teriakan lain
yang saling bersahutan: “Bebaskan Barabas! Bebaskan Barabas!”
Tak masuk akal!
Pikir Pilatus. Mereka meminta penjahat kelas kakap itu dibebaskan?
Pilatus menatap
Yesus. Ketika Yesus menoleh, mereka beradu pandang.
Apa yang sudah
Kau lakukan? tanya Pilatus dalam hatinya. Di luar teriakan massa makin
membahana menyebut nama Barabas.
“Bebaskan
Barabas! Bebaskan Barabas!” teriak massa membalas.
“Apa yang harus
kulakukan dengan Yesus?”
“Salibkan Dia!”
“Tetapi aku
tidak mendapati kejahatan apapun pada-Nya!”
“Salibkan Dia!
Salibkan Dia!”
Melihat emosi
massa makin tereskalasi, Pilatus merasa usahanya untuk “mewaraskan” pikiran
massa akan sia-sia.
Belum pernah
selama ini, selama ia menjadi Gubernur, ada tuntutan massa agar ia melakukan
substitusi terpidana mati.
Ia meminta komandan
pasukannya mengambil baskom berisi air, lalu di hadapan massa ia mencuci
tangannya.
Barabas pulang.
Di rumahnya ia meminum anggur hingga ia mabuk.
Yesus berangkat
memikul salib. Di Golgota darah-Nya diperas hingga Ia mati.
Pilatus
meninggalkan gedung pengadilan dengan wajah tanpa ekspresi. Sesampainya di
rumah, istrinya bertanya, “Darah siapa yang melumuri tanganmu?” Pilatus tidak
menjawab. Ia berjalan ke kamar mandi untuk cuci tangan.
Istrinya hanya
menggelengkan kepala.
***
Serpong, 6
April 2023
Titus J.