Saturday, March 16, 2019

Berjalan ke Yerusalem


Pra-Paskah 2019 - hari#5

Paskah tidak hanya mengingatkan kita tentang penderitaan tapi juga kemenangan, tidak hanya mengingatkan kita tentang kehinaan tapi juga kemuliaan, tidak hanya tentang kematian tapi juga kehidupan. Paskah adalah kisah paradoks.

Beberapa kali dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem, Yesus sudah mengatakan tentang penderitaan, kehinaan dan kematian yang harus Ia hadapi itu. "Mari kita berangkat kesana, dan disanalah Aku akan menanggung hinaan, persekusi oleh para imam, tuntutan mati, dan disalibkan," kata-Nya kepada murid-muridNya.

Tidak ada tokoh yang begitu "firmed" dalam menyikapi penderitaan dan kematian yang ia tahu bakal dialaminya. Seseorang bisa sangat "firmed" untuk mengejar cita-cita dan meraih sukses, lalu berusaha dengan segenap daya dan upaya agar apa yang didambakannya tercapai. Bahkan seorang panglima perang pun akan selalu ingin pulang membawa kemenangan dengan tetap hidup. Tetapi untuk sebuah tujuan yang berakhir dengan kematian, Yesuslah yang mengerjakannya dengan niat yang maksimal.

Ia menuju Yerusalem untuk menyongsong kematian sebagai sebuah mandat. "Makanan-Ku adalah melakukan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa kepada-Ku," kata-Nya ketika murid-muridNya bertanya soal makanan kepada-Nya. Ia harus mengecap kematian untuk memenangkan perang dan memberikan kehidupan. Betapa paradoks. Hal ini aneh, tidak masuk akal, dan menjadi bahan tertawaan oleh dunia.

Tetapi itulah kasih yang melampaui segala akal, yang tidak bisa dipahami kecuali dengan memandang kepada salib. Salib yang mengerikan itu Ia rasakan sebagai wujud keindahan kasih yang Ia lakukan dengan setulus hati dan segenap niat. Inilah paradoks yang Yesus tunjukkan, ketika Ia mengambil tempat mengerikan yang harusnya diperuntukkan untuk kita agar kita memperoleh tempat yang mulia milik-Nya. "I have found a paradox, that if you love until it hurts, there can be no more hurt, only more love," kata Mother Teresa.

Kasih yang melampaui segala akal itu membuat niat-Nya begitu "firmed" untuk berangkat ke Yerusalem. Disanalah Ia merebut tempat kita di kayu salib, agar kita tidak terluka. 

***
Serpong, 11 Mar 2019
Titus J.

No comments:

Colin Powell Who Firmed About His Calling

General Colin Powell was not only a successful military soldier, but also politician, diplomat, and statesman. In the 1995s, he was a pres...