Friday, December 15, 2017

Nelson Mandela: Real leaders must be ready to sacrifice for their people

Pemikiran Nelson Mandela:
Tentang perjuangan melawan Apartheid, pendidikan, gereja dan iman Kristen, dan pengampunan.

Nelson Rolihlahla Mandela adalah sosok karismatik Afrika Selatan yang kenyang dengan penjara. Selama 27 tahun ia mendekam di penjara di Robben Island, dipindahkan ke penjara Pollsmoor dan dipindahkan lagi ke penjara Victor Verster sebelum akhirnya dibebaskan di tahun 1990 ketika usianya sudah beranjak senja, 72 tahun.

Dilahirkan pada tanggal 18 Juli 1918 di Mvezo, Umtata di propinsi Cape, Afrika Selatan, ia diberi nama Eropa ‘Nelson’ oleh gurunya di sekolah dasar seperti kebiasaan disana untuk anak-anak yang sekolah. Nama aslinya sendiri adalah Madiba, sedangkan Mandela adalah nama keluarga yang diwarisinya dari kakeknya.

Nama Mandela sangat melekat dengan nilai-nilai persamaan hak dan penghapusan diskriminasi berdasarkan warna kulit dan ras di Afrika Selatan, yang gerakannya terkenal dengan gerakan Anti Apartheid. Ia membayar keberaniannya untuk menentang diskriminasi tersebut dengan penjara. Tetapi setelah ia bebas dan menjadi ketua partai ANC (African National Congress) kemudian maju dalam pemilu presiden hingga akhirnya terpilih, justru ialah yang mempelopori rekonsiliasi bangsa dan menyerukan pendukungnya untuk mengampuni lawan-lawan politiknya. Ia sendiri, sebagai presiden terpilih, memilih F.W. de Klerk sebagai wakil presidennya. F.W de Klerk adalah presiden yang digantikannya, presiden berkulit putih di era terakhir politik Apartheid Afrika Selatan.

Untuk menggali pemikiran figur pejuang politik, pelopor anti diskriminasi dan segregasi ras ini, saya melakukan wawancara secara imajiner dengan Nelson Mandela, seorang tokoh politik Kristen Methodist yang menginspirasi dunia karena perjuangannya, dan jiwanya yang lapang sehingga penuh dengan pengampunan. Berikut ini petikannya:

Titus Jonathan (TJ): Apa yang melatar-belakangi perjuangan Anda menentang politik Apartheid?
Nelson Mandela (NM): Saya merindukan Negara saya memiliki jiwa demokrasi dan masyarakat yang merdeka dimana semua warganya bisa hidup dengan harmonis dan memiliki persamaan hak maupun kesempatan yang sama untuk menjadi apapun.

TJ: Apapun termasuk menjadi pejabat publik?
NM: Ya, apapun juga. Semua warga negara mempunyai hak yang sama.

TJ: Bukankah hal itu sangat berisiko di tengah kekuatan penguasa kulit putih?
NM: Tidak apa-apa. Saya membenci diskriminasi ras dan segala manifestasinya. Saya sudah berjuang selama saya hidup untuk sesuatu yang ideal. Jika untuk mencapainya – oleh kehendak Tuhan - saya harus mati, saya siap mati.

TJ: Tetapi Anda menggerakkan bangsa Anda untuk melawan bangsa kulit putih yang sudah menancapkan kukunya begitu lama…
NM: Kami tidak anti kulit putih. Kami melawan supremasi dan penjajahan oleh kulit putih. Kami menentang rasialisme yang dilakukan oleh siapapun, bahkan seandainya itu dilakukan oleh kulit hitam pun akan kami lawan.

TJ: Anda berani sekali dan tidak tampak takut?
NM: Keberanian itu bukan absennya rasa takut, tetapi bagaimana mengalahkan rasa takut itu sendiri. Seorang pemberani bukanlah orang yang tidak memiliki rasa takut, tetapi orang yang berhasil mengalahkan rasa takut itu.

TJ: Apa definisi kebebasan menurut Anda?
NM: Kebebasan bukan hanya lepas dari belenggu penjajahan, tetapi bagaimana kita menghidupi semangat menghormati kebebasan orang lain juga. Jangan pernah mendominasi kebebasan untuk dijadikan milik sendiri. Dan jangan pernah membiarkan negeri yang indah ini mengalami penindasan serupa ini lagi.

TJ: Anda malah merangkul F.W de Klerk untuk membuka sumbat yang tertutup dalam komunikasi bahkan Anda menjadikannya sebagai wakil presiden Anda?
NM: Jika Anda ingin berdamai dengan musuh Anda, tidak ada jalan lain yang lebih efektif selain bekerja sama dengan musuh Anda dan menjadikannya partner.

TJ: Apakah cara Anda itu bisa diterima oleh de Klerk bahkan oleh penguasa kulit putih yang Anda tentang?
NM: Prinsipnya sederhana, berbicaralah dengan ‘bahasa hati’ dengan lawan Anda. Jika kita berbicara dengan seseorang dengan bahasa literal saja asal bisa dimengerti, perkataan kita hanya akan mampir di kepalanya. Tetapi jika kita berbicara dengan ‘bahasa hati’, perkataan kita akan merasuk ke dalam hatinya.

TJ: Jadi tidak perlu berbicara dengan logika?
NM: No. A good head and a good heart are always a formidable combination.

TJ: Tetapi Anda harus membayar mahal dengan penjara. Anda harus terpisah dengan keluarga Anda, orang-orang yang Anda cintai dan mencintai Anda, dan masa depan Anda…
NM: Perjuangan tidak ada yang gratis. Jika Anda mau menjadi pemimpin, jadilah pemimpin yang sejati. Real leaders must be ready to sacrifice all for the freedom of their people.

TJ: Selama Anda berjuang, berkali-kali Anda ditahan, diancam, disakiti, disiksa, dan mengalami kegagalan. Dalam kurun waktu yang panjang dan sejumlah kegagalan itu, mengapa Anda tidak berpikir untuk menyerah?
NM: Kemengan terbesar dalam hidup sesungguhnya bukan dilihat dari tidak pernah gagal, tetapi bagaimana kita selalu bangkit kembali setiap kali kita jatuh.

TJ: Dan sekarang, apakah Anda puas karena telah sukses mencapai kemenangan atas perjuangan Anda?
NM: Jangan melihat hanya saat ini saja ketika kesuksesan itu saya raih, tetapi lihat berapa kali saya telah jatuh dan bangkit kembali. A winner is a dreamer who never gives up.

TJ: Seandainya Anda tidak dipenjara?
NM: Hmm.. In my country we go to prison first and then become President.

Nelson Mandela menerima Nobel Perdamaian pada tahun 1993 atas perjuangannya untuk Afrika Selatan dalam melenyapkan Apartheid. Setahun kemudian, ia terpilih sebagai Presiden Afrika Selatan dan menjabat selama lima tahun hingga tahun 1999. Ia menolak untuk dicalonkan kembali sebagai Presiden walaupun mempunyai dukungan besar dari rakyatnya. Atas sikapnya ini, dunia memujinya sebagai orang yang sama sekali unselfish, tidak tamak akan jabatan, dan lebih mengedepankan regenerasi pemimpin bagi Negaranya.

Sekretaris Jenderal PBB pada waktu itu, Kofi Annan, memberikan kesan mendalam ketika dalam sidang umum PBB September 1998 Mandela yang mendapatkan giliran berpidato mengatakan, “This is probably the last time, that I will have the honour to stand at this podium to address the general assembly.. I have reached that part of the long walk when the opportunity is granted, to all men and women.. I will continue to entertain the hope that there has emerged a cadre of leaders in my own country, which will not allow that any should be denied their freedom as we were; that any should be stripped of their human dignity as we were…”

Kofi Annan mengungkapkan bagaimana senyapnya ruang sidang ketika Mandela berpidato hingga seandainya ada jarum terjatuh di lantai akan kedengaran dentingnya saat itu. Namun beberapa detik kemudian setelah audiens terpukau, mendadak sontak gemuruh tepuk tangan membahanana. Annan mengatakan bahwa di panggung internasional belum ada figur yang perjuangannya dalam menyelesaikan konflik, hak asasi manusia, ketidak-adilan, kelaparan dan penyakit setotal Nelson Mandela, termasuk bagaimana sikapnya yang sangat ‘generous’ dalam memberi pengampunan kepada musuh-musuhnya.
Sikapnya untuk selalu mengutamakan rekonsiliasi bangsa dan memberi pengampunan tentu tidak bisa dilepaskan dari imannya sebagai seorang Kristen Methodist yang taat, 

Ketika ia berada di penjara pun, Mandela aktif mengikuti kebaktian hari Minggu dan membaca Alkitab. Mandela mengapresiasi upaya gereja di Afrika Selatan dalam partisipasi mereka mengakhiri Apartheid. Ia juga memuji para misionaris dalam menerapkan standard yang tinggi di dunia pendidikan di Afrika Selatan.

TJ: Bagaimana Anda memandang pendidikan di sekolah?
NM: Pendidikan adalah ‘the most powerful weapon’ yang dapat kita pergunakan untuk mengubah dunia

TJ: Bagaimana dengan anak-anak?
NM: Anak-anak adalah harta karun yang tak ternilai. Jika kita tidak memberikan pendidikan dengan standard yang tinggi, maka kita akan menghancurkan anak-anak kita dan dengan sendirinya akan menghancurkan masa depan kita, menghancurkan masyarakat, dan menghancurkan bangsa. Hanya melalui pendidikanlah anak seorang buruh kasar bisa menjadi dokter, dan anak seorang penggali tambang bisa menjadi direktur pertambangan.

TJ: Bagaimana Anda memandang keadaan bangsa Afrika Selatan sebelum Apartheid berakhir, dalam kaitannya dengan rasa saling curiga dan mewabahnya kebencian antar warga Negara karena perbedaan ras dan warna kulit?
NM: Sekali lagi pentingnya pendidikan mulai dari anak-anak yang paling kecil. Tak ada manusia dilahirkan dengan membawa kebencian kepada orang lain karena perbedaan ras, warna kulit, latar belakang dan agama. Kebencian itu diajarkan. Indoktrinasi kebencian yang paling efektif dimulai dari anak-anak di sekolah. Jika setiap hari anak-anak kita diajarkan untuk membenci yang berbeda, mereka akan membenci tanpa sadar, dan menafaskannya setiap saat.
Sama halnya dengan mengasihi. Jika anak-anak bisa diajarkan untuk membenci, mereka pun juga bisa diajarkan untuk mengasihi. Pendidikan harus mengajarkan cinta kasih.

TJ: Itulah sebabnya Anda menyerukan rekonsiliasi bangsa segera setelah Anda terpilih menjadi Presiden?
NM: Itu adalah cita-cita saya bahkan pada waktu saya masih berada di dalam penjara, bahwa suatu saat nanti ketika saya keluar dari penjara, misi saya adalah untuk membebaskan bukan hanya mereka yang tertindas oleh kebencian tetapi juga mereka yang menindas dengan kebencian.
Saya Presiden bukan hanya untuk kelompok saya atau partai politik saya, tetapi saya adalah Presiden untuk semuanya.

TJ: Dan mengampuni musuh-musuh Anda?
NM: Mengampuni namun tidak melupakan, agar kita selalu diingatkan masa lalu yang gelap dan daripadanyalah kita dapat belajar agar tidak terjadi lagi. When a deep injury is done to us, we never heal until we forgive.
TJ: Siapakah yang menginspirasi Anda dalam perjuangan melawan diskriminasi ras ini?
NM: Mahatma Gandhi untuk gerakan anti kekerasan (non-violence movement) melawan penjajah, dan Sang Mesias untuk keadilan dan persamaan hak umat manusia di muka bumi. Dia tidak pernah memilih satu ras tertentu, negara tertentu, bahasa tertentu, suku bangsa tertentu, tetapi Dia memilih seluruh umat manusia.

TJ: Dan ketekunan Anda dalam penderitaan selama puluhan tahun?
NM: Sang Mesias. Dia dilahirkan dalam derita, ditolak oleh masyarakatnya, dan dieksekusi seperti seorang kriminal di kayu salib. Siapa lagi yang darinya kita bisa belajar soal ketekunan?
Setiap kali saya merayakan Paskah, saya merayakan kelahiran kembali iman saya.

TJ: Sikap Anda mencerminkan seorang yang saleh…
NM: I am not a saint, unless you think of a saint as a sinner who keeps on trying..

TJ: Anda menolak dicalonkan kembali sebagai Presiden. Mengapa?
NM: Belajarlah akan kata ‘cukup’. Greed and power has turned brother against brother.

TJ: Apa kesan Anda terhadap award Nobel Perdamaian bagi Anda?
NM: Saya tidak pernah berpikir dan peduli soal award. Seseorang tidak menjadi pejuang demokrasi dan kebebasan dengan harapan memenangkan award.

TJ: Apakah penjara merupakan masa-masa terberat bagi Anda saat perjuangan?
NM: Bukan. Tetapi pada waktu anak pertama saya, Thembi, meninggal dalam kecelakaan motor di usianya yang ke-24, ketika saya sedang di dalam penjara, istri saya Winnie juga dipenjara, dan permohonan saya untuk menguburkan anak saya ditolak oleh penguasa waktu itu.

Nelson Mandela yang kenyang dengan penjara memilih menjadi bapak bangsa Afrika Selatan setelah lengser dari jabatannya sebagai presiden di tahun 1999. Ia masih hidup 14 tahun lagi dan mencapai umur 95 tahun sebelum ajal menjemputnya pada 5 Desember 2013. Ia tidak saja kenyang dengan kehidupan, kenyang dengan penderitaan dan siksaan, kenyang dengan perjuangan tanpa kenal lelah, tetapi juga kenyang dengan pujian dan kehormatan yang diberikan oleh para pemimpin dunia dan rakyat jelata.

Mandela adalah simbol perlawanan terhadap diskriminasi ras dan warna kulit, simbol perubahan menuju masyarakat yang bebas dari rasa takut, penindasan, kelaparan, kemiskinan dan kebodohan. Perjuangannya dikerjakannya dengan serius, totalitas, tetapi secara personal Mandela adalah seorang yang humoris, hangat, informal dan bermartabat.

Anglican Archbishop di Cape Town Afrika Selatan, Rev. Desmond Tutu mengungkapkan, “Afrika Selatan memiliki tiga hal yang dunia kagumi – transisi damai tahun 1994 dari pemerintah kulit putih kepada kulit hitam, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC – Truth and Reconciliation Commission), dan Nelson Mandela. Nelson is by far the most admired and revered statesperson in the world and one of the greatest human being to walk this earth.

Pada saat-saat terakhir di ranjang sakitnya, teman karib Mandela, Pendeta Malusi Mpumlwana menceritakan betapa wajah Mandela selalu berbinar ketika ia membacakan ayat-ayat Alkitab:
"May the Lord bless you and keep you.
May the Lord make His face to shine upon you and be gracious to you.
May the Lord look upon you with kindness, and give you peace."
Dan setelah ayat-ayat itu dibacakan, Mandela menghembuskan nafas terakhirnya.
Ayat-ayat yang mengantarkannya bertemu dengan Penciptanya itu akan selalu mengingatkan orang bahwa Mandela adalah orang Kristen yang saleh. Ia pernah mengatakan, “Without the church, without religious institutions, I would never have been here today … Religion was one of the motivating factors in everything we did.”

Namun demikian, walaupun Mandela adalah pemimpin yang taat beragama, untuk menjaga keutuhan bangsa dan menghindari perpecahan, ia  tidak pernah menunjukkannya di hadapan publik, apalagi memanfaatkannya sebagai alat politik seperti yang dilakukan oleh rejim Apartheid dulu, dan mungkin… oleh sebagian pemimpin politik di Indonesia, sekarang.

***
Semua kalimat Mandela yang tertulis dalam wawancara imajiner di atas dikompilasi dari beberapa sumber: Biografi Mandela ‘Long Walk to Freedom’, Mandela - The Authorised Portrait, www.forbes.com, www.nelsonmandela.org, www.sowetanlive.co.za, www.christianitytoday.com

Serpong, Mei 2017
Titus J.

No comments:

Colin Powell Who Firmed About His Calling

General Colin Powell was not only a successful military soldier, but also politician, diplomat, and statesman. In the 1995s, he was a pres...