Pemikiran Nelson Mandela:
Tentang perjuangan
melawan Apartheid, pendidikan, gereja dan iman Kristen, dan pengampunan.
Nelson
Rolihlahla Mandela adalah sosok karismatik Afrika Selatan yang kenyang dengan
penjara. Selama 27 tahun ia mendekam di penjara di Robben Island, dipindahkan
ke penjara Pollsmoor dan dipindahkan lagi ke penjara Victor Verster sebelum
akhirnya dibebaskan di tahun 1990 ketika usianya sudah beranjak senja, 72
tahun.
Dilahirkan pada tanggal 18 Juli 1918 di Mvezo, Umtata
di propinsi Cape, Afrika
Selatan, ia diberi
nama Eropa ‘Nelson’ oleh gurunya di sekolah dasar seperti kebiasaan disana
untuk anak-anak yang sekolah. Nama aslinya sendiri adalah Madiba, sedangkan
Mandela adalah nama keluarga yang diwarisinya dari kakeknya.
Nama
Mandela sangat melekat dengan nilai-nilai persamaan hak dan penghapusan
diskriminasi berdasarkan warna kulit dan ras di Afrika Selatan, yang gerakannya
terkenal dengan gerakan Anti Apartheid. Ia membayar keberaniannya untuk
menentang diskriminasi tersebut dengan penjara. Tetapi setelah ia bebas dan
menjadi ketua partai ANC (African National Congress) kemudian maju dalam pemilu
presiden hingga akhirnya terpilih, justru ialah yang mempelopori rekonsiliasi
bangsa dan menyerukan pendukungnya untuk mengampuni lawan-lawan politiknya. Ia
sendiri, sebagai presiden terpilih, memilih F.W. de Klerk sebagai wakil
presidennya. F.W de Klerk adalah presiden yang digantikannya, presiden berkulit
putih di era terakhir politik Apartheid Afrika Selatan.
Untuk menggali pemikiran figur pejuang politik, pelopor anti diskriminasi dan segregasi
ras ini, saya melakukan wawancara
secara imajiner dengan Nelson
Mandela, seorang tokoh politik
Kristen
Methodist yang menginspirasi dunia karena perjuangannya, dan jiwanya
yang lapang sehingga penuh dengan pengampunan. Berikut ini petikannya:
Titus Jonathan (TJ): Apa
yang melatar-belakangi perjuangan Anda menentang politik Apartheid?
Nelson Mandela (NM): Saya
merindukan Negara saya memiliki jiwa demokrasi dan masyarakat yang merdeka
dimana semua warganya bisa hidup dengan harmonis dan memiliki persamaan hak
maupun kesempatan yang sama untuk menjadi apapun.
TJ: Apapun
termasuk menjadi pejabat publik?
NM: Ya, apapun juga. Semua warga negara
mempunyai hak yang sama.
TJ: Bukankah
hal itu sangat berisiko di tengah kekuatan penguasa kulit putih?
NM: Tidak apa-apa. Saya membenci
diskriminasi ras dan segala manifestasinya. Saya sudah berjuang selama saya
hidup untuk sesuatu yang ideal. Jika untuk mencapainya – oleh kehendak Tuhan -
saya harus mati, saya siap mati.
TJ: Tetapi
Anda menggerakkan bangsa Anda untuk melawan bangsa kulit putih yang sudah
menancapkan kukunya begitu lama…
NM: Kami tidak anti kulit putih. Kami
melawan supremasi dan penjajahan oleh kulit putih. Kami menentang rasialisme
yang dilakukan oleh siapapun, bahkan seandainya itu dilakukan oleh kulit hitam
pun akan kami lawan.
TJ: Anda
berani sekali dan tidak tampak takut?
NM: Keberanian itu bukan absennya rasa
takut, tetapi bagaimana mengalahkan rasa takut itu sendiri. Seorang pemberani
bukanlah orang yang tidak memiliki rasa takut, tetapi orang yang berhasil
mengalahkan rasa takut itu.
TJ: Apa
definisi kebebasan menurut Anda?
NM: Kebebasan bukan hanya lepas dari
belenggu penjajahan, tetapi bagaimana kita menghidupi semangat menghormati
kebebasan orang lain juga. Jangan pernah mendominasi kebebasan untuk dijadikan
milik sendiri. Dan jangan pernah membiarkan negeri yang indah ini mengalami
penindasan serupa ini lagi.
TJ: Anda
malah merangkul F.W de Klerk untuk membuka sumbat yang tertutup dalam
komunikasi bahkan Anda menjadikannya sebagai wakil presiden Anda?
NM: Jika Anda ingin berdamai dengan musuh
Anda, tidak ada jalan lain yang lebih efektif selain bekerja sama dengan musuh
Anda dan menjadikannya partner.
TJ: Apakah
cara Anda itu bisa diterima oleh de Klerk bahkan oleh penguasa kulit putih yang
Anda tentang?
NM: Prinsipnya sederhana, berbicaralah
dengan ‘bahasa hati’ dengan lawan Anda. Jika kita berbicara dengan seseorang dengan
bahasa literal saja asal bisa dimengerti, perkataan kita hanya akan mampir di
kepalanya. Tetapi jika kita berbicara dengan ‘bahasa hati’, perkataan kita akan
merasuk ke dalam hatinya.
TJ: Jadi
tidak perlu berbicara dengan logika?
NM: No. A good head and a good heart are always
a formidable combination.
TJ: Tetapi
Anda harus membayar mahal dengan penjara. Anda harus terpisah dengan keluarga
Anda, orang-orang yang Anda cintai dan mencintai Anda, dan masa depan Anda…
NM: Perjuangan tidak ada yang gratis. Jika Anda mau menjadi pemimpin, jadilah pemimpin yang sejati. Real leaders must be ready to sacrifice all
for the freedom of their people.
TJ: Selama
Anda berjuang, berkali-kali Anda ditahan, diancam, disakiti, disiksa, dan
mengalami kegagalan. Dalam kurun waktu yang panjang dan sejumlah kegagalan itu,
mengapa Anda tidak berpikir untuk menyerah?
NM: Kemengan terbesar dalam hidup
sesungguhnya bukan dilihat dari tidak pernah gagal, tetapi bagaimana kita
selalu bangkit kembali setiap kali kita jatuh.
TJ: Dan
sekarang, apakah Anda puas karena telah sukses mencapai kemenangan atas perjuangan
Anda?
NM: Jangan melihat hanya saat ini saja
ketika kesuksesan itu saya raih, tetapi lihat berapa kali saya telah jatuh dan
bangkit kembali. A winner is a dreamer who never gives up.
TJ: Seandainya
Anda tidak dipenjara?
NM: Hmm.. In my country we go to
prison first and then become President.
Nelson
Mandela menerima Nobel Perdamaian pada tahun 1993 atas perjuangannya untuk
Afrika Selatan dalam melenyapkan Apartheid.
Setahun kemudian, ia terpilih sebagai Presiden Afrika Selatan dan menjabat
selama lima tahun hingga tahun 1999. Ia menolak untuk dicalonkan kembali
sebagai Presiden walaupun mempunyai dukungan besar dari rakyatnya. Atas
sikapnya ini, dunia memujinya sebagai orang yang sama sekali unselfish, tidak
tamak akan jabatan, dan lebih mengedepankan regenerasi pemimpin bagi Negaranya.
Sekretaris
Jenderal PBB pada waktu itu, Kofi Annan, memberikan kesan mendalam ketika dalam
sidang umum PBB September 1998 Mandela yang mendapatkan giliran berpidato
mengatakan, “This is probably the last time, that I will
have the honour to stand at this podium to address the general assembly.. I
have reached that part of the long walk when the opportunity is granted, to all
men and women.. I will continue to entertain the hope that there has emerged a
cadre of leaders in my own country, which will not allow that any should be
denied their freedom as we were; that any should be stripped of their human
dignity as we were…”
Kofi
Annan mengungkapkan bagaimana senyapnya ruang sidang ketika Mandela berpidato
hingga seandainya ada jarum terjatuh di lantai akan kedengaran dentingnya saat
itu. Namun beberapa detik kemudian setelah audiens terpukau, mendadak sontak gemuruh
tepuk tangan membahanana. Annan mengatakan bahwa di panggung internasional
belum ada figur yang perjuangannya dalam menyelesaikan konflik, hak asasi
manusia, ketidak-adilan, kelaparan dan penyakit setotal Nelson Mandela,
termasuk bagaimana sikapnya yang sangat ‘generous’ dalam memberi pengampunan
kepada musuh-musuhnya.
Sikapnya
untuk selalu mengutamakan rekonsiliasi bangsa dan memberi pengampunan tentu
tidak bisa dilepaskan dari imannya sebagai seorang Kristen Methodist yang taat,
Ketika ia berada di penjara pun, Mandela aktif mengikuti kebaktian hari Minggu
dan membaca Alkitab. Mandela mengapresiasi upaya gereja di Afrika Selatan dalam
partisipasi mereka mengakhiri Apartheid. Ia juga memuji para misionaris dalam
menerapkan standard yang tinggi di dunia pendidikan di Afrika Selatan.
TJ: Bagaimana
Anda memandang pendidikan di sekolah?
NM: Pendidikan adalah ‘the most powerful weapon’ yang dapat kita pergunakan untuk
mengubah dunia
TJ: Bagaimana
dengan anak-anak?
NM: Anak-anak adalah harta karun yang tak
ternilai. Jika kita tidak memberikan pendidikan dengan standard yang tinggi,
maka kita akan menghancurkan anak-anak kita dan dengan sendirinya akan
menghancurkan masa depan kita, menghancurkan masyarakat, dan menghancurkan
bangsa. Hanya melalui pendidikanlah anak seorang buruh kasar bisa menjadi
dokter, dan anak seorang penggali tambang bisa menjadi direktur pertambangan.
TJ: Bagaimana
Anda memandang keadaan bangsa Afrika Selatan sebelum Apartheid berakhir, dalam
kaitannya dengan rasa saling curiga dan mewabahnya kebencian antar warga Negara
karena perbedaan ras dan warna kulit?
NM: Sekali lagi pentingnya pendidikan
mulai dari anak-anak yang paling kecil. Tak ada manusia dilahirkan dengan
membawa kebencian kepada orang lain karena perbedaan ras, warna kulit, latar
belakang dan agama. Kebencian itu diajarkan. Indoktrinasi kebencian yang paling
efektif dimulai dari anak-anak di sekolah. Jika setiap hari anak-anak kita
diajarkan untuk membenci yang berbeda, mereka akan membenci tanpa sadar, dan
menafaskannya setiap saat.
Sama halnya
dengan mengasihi. Jika anak-anak bisa diajarkan untuk membenci, mereka pun juga
bisa diajarkan untuk mengasihi. Pendidikan harus mengajarkan cinta kasih.
TJ: Itulah
sebabnya Anda menyerukan rekonsiliasi bangsa segera setelah Anda terpilih
menjadi Presiden?
NM: Itu adalah cita-cita saya bahkan pada
waktu saya masih berada di dalam penjara, bahwa suatu saat nanti ketika saya
keluar dari penjara, misi saya adalah untuk membebaskan bukan hanya mereka yang
tertindas oleh kebencian tetapi juga mereka yang menindas dengan kebencian.
Saya Presiden
bukan hanya untuk kelompok saya atau partai politik saya, tetapi saya adalah
Presiden untuk semuanya.
TJ: Dan
mengampuni musuh-musuh Anda?
NM: Mengampuni namun tidak melupakan, agar
kita selalu diingatkan masa lalu yang gelap dan daripadanyalah kita dapat
belajar agar tidak terjadi lagi. When a deep injury is done to us, we never
heal until we forgive.
TJ: Siapakah
yang menginspirasi Anda dalam perjuangan melawan diskriminasi ras ini?
NM: Mahatma Gandhi untuk gerakan anti
kekerasan (non-violence movement) melawan penjajah, dan Sang Mesias untuk
keadilan dan persamaan hak umat manusia di muka bumi. Dia tidak pernah memilih
satu ras tertentu, negara tertentu, bahasa tertentu, suku bangsa tertentu,
tetapi Dia memilih seluruh umat manusia.
TJ: Dan
ketekunan Anda dalam penderitaan selama puluhan tahun?
NM: Sang Mesias. Dia dilahirkan dalam
derita, ditolak oleh masyarakatnya, dan dieksekusi seperti seorang kriminal di
kayu salib. Siapa lagi yang darinya kita bisa belajar soal ketekunan?
Setiap kali
saya merayakan Paskah, saya merayakan kelahiran kembali iman saya.
TJ: Sikap
Anda mencerminkan seorang yang saleh…
NM: I am not a saint, unless you think of a
saint as a sinner who keeps on trying..
TJ: Anda
menolak dicalonkan kembali sebagai Presiden. Mengapa?
NM: Belajarlah akan kata ‘cukup’. Greed and power has turned brother against
brother.
TJ: Apa
kesan Anda terhadap award Nobel Perdamaian bagi Anda?
NM: Saya
tidak pernah berpikir dan peduli soal award.
Seseorang tidak menjadi pejuang demokrasi dan kebebasan dengan harapan
memenangkan award.
TJ: Apakah
penjara merupakan masa-masa terberat bagi Anda saat perjuangan?
NM: Bukan.
Tetapi pada waktu anak pertama saya, Thembi, meninggal dalam kecelakaan motor
di usianya yang ke-24, ketika saya sedang di dalam penjara, istri saya Winnie
juga dipenjara, dan permohonan saya untuk menguburkan anak saya ditolak oleh
penguasa waktu itu.
Nelson Mandela yang kenyang dengan penjara
memilih menjadi bapak bangsa Afrika Selatan setelah lengser dari jabatannya
sebagai presiden di tahun 1999. Ia masih hidup 14 tahun lagi dan mencapai umur
95 tahun sebelum ajal menjemputnya pada 5 Desember 2013. Ia tidak saja kenyang
dengan kehidupan, kenyang dengan penderitaan dan siksaan, kenyang dengan
perjuangan tanpa kenal lelah, tetapi juga kenyang dengan pujian dan kehormatan
yang diberikan oleh para pemimpin dunia dan rakyat jelata.
Mandela adalah simbol perlawanan terhadap
diskriminasi ras dan warna kulit, simbol perubahan menuju masyarakat yang bebas
dari rasa takut, penindasan, kelaparan, kemiskinan dan kebodohan. Perjuangannya
dikerjakannya dengan serius, totalitas, tetapi secara personal Mandela adalah
seorang yang humoris, hangat, informal dan bermartabat.
Anglican Archbishop di Cape Town Afrika Selatan,
Rev. Desmond Tutu mengungkapkan, “Afrika
Selatan memiliki tiga hal yang dunia kagumi – transisi damai tahun 1994 dari
pemerintah kulit putih kepada kulit hitam, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
(TRC – Truth and Reconciliation Commission), dan Nelson Mandela. Nelson is by
far the most admired and revered statesperson in the world and one of the
greatest human being to walk this earth.”
Pada saat-saat terakhir di ranjang sakitnya, teman karib
Mandela, Pendeta Malusi Mpumlwana menceritakan betapa
wajah Mandela selalu berbinar ketika ia membacakan ayat-ayat Alkitab:
"May
the Lord bless you and keep you.
May the
Lord make His face to shine upon you and be gracious to you.
May the
Lord look upon you with kindness, and give you peace."
Dan
setelah ayat-ayat itu dibacakan, Mandela menghembuskan nafas terakhirnya.
Ayat-ayat yang
mengantarkannya bertemu dengan Penciptanya itu akan selalu mengingatkan orang
bahwa Mandela adalah orang Kristen yang saleh. Ia pernah mengatakan, “Without
the church, without religious institutions, I would never have been here today
… Religion was one of the motivating factors in everything we did.”
Namun demikian,
walaupun Mandela adalah pemimpin yang taat beragama, untuk menjaga keutuhan
bangsa dan menghindari perpecahan, ia
tidak pernah menunjukkannya di hadapan publik, apalagi memanfaatkannya
sebagai alat politik seperti yang dilakukan oleh rejim Apartheid dulu, dan
mungkin… oleh sebagian pemimpin politik di Indonesia, sekarang.
***
Semua kalimat Mandela yang
tertulis dalam wawancara imajiner di atas dikompilasi dari beberapa sumber: Biografi Mandela ‘Long Walk to
Freedom’, Mandela - The
Authorised Portrait, www.forbes.com, www.nelsonmandela.org, www.sowetanlive.co.za, www.christianitytoday.com
Serpong, Mei 2017
Titus J.
No comments:
Post a Comment