Sunday, February 11, 2024

Pilpres: Memilih Etika

 

Saya nemu file sepuluh tahun lalu ini. Judulnya “Jokowi or Prabowo?” Artikel ini saya tulis untuk koran The Jakarta Post di Readers’ Forum tanggal 2 April 2014.

Ini awal saya mendukung Jokowi di pilpres. Kemenangannya saya rayakan bersama teman-teman yang sepemikiran: ingin punya pemimpin yang sederhana, merakyat, dan bersih.

Dan keinginan itu terjawab dengan kinerjanya selama lima tahun. Saat itu Jokowi sering dihina dan dilecehkan, tetapi ia tak ambil pusing.

Hal lain yang membesarkan hati, kita melihat keluarganya pun biasa-biasa saja. Gibran jualan martabak, Kaesang jualan pisang, Kahiyang seorang putri yang tidak menonjol sebagai putri Presiden. Ketiga anak ini betul-betul jauh dari sorotan dan tidak pernah ngerecokin bapaknya.

Lalu Jokowi maju lagi di pilpres untuk kedua kalinya. Saya nyoblos dia lagi. Ia adalah role model yang memberi harapan.

Di periode kedua ini, Jokowi punya grip yang semakin kuat dalam memegang kendali pemerintahan. Jika tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi hanya 60 persen di tahun 2021, pelan-pelan menanjak sampai 75 - 80 persen di akhir tahun lalu.

Dengan tingkat kepuasan publik setinggi itu, ia dipuji bagai dewa. Orang melihat apa yang dilakukannya selalu benar.

Benarkah ia tak pernah salah, dan tak bisa salah?

Saya banyak menulis tentang Jokowi, tentang pencapaiannya plus kesederhanaannya. Kombinasi antara pencapaian dan kesederhanaan ini jarang dimiliki oleh seorang pemimpin. Ia pernah mengatakan, jika selesai tugasnya sebagai presiden, ia akan menjadi rakyat biasa. Saya kagum dengan statement ini, seperti kekaguman saya kepada Barack Obama yang setelah lengser sebagai presiden Amerika menjadi rakyat biasa.

Tetapi tiba-tiba dalam beberapa bulan terakhir ini semua gambar saya dalam profil Jokowi menjadi ambyar. Banyak sekali laku politiknya yang sulit dipahami, terutama setelah anak sulungnya dikarbit menjadi cawapres dengan melukai konstitusi.

Pada pilpres ini, betapa etika sangat dihina. Tetapi saya tetap akan berpihak pada etika, walaupun mungkin akan kalah.

(Ethics is knowing the difference between what you have a right to do and what is right to do – Potter Stewart)

***

Serpong, 9 Feb 2024

Titus J.

No comments:

Colin Powell Who Firmed About His Calling

General Colin Powell was not only a successful military soldier, but also politician, diplomat, and statesman. In the 1995s, he was a pres...