Sunday, August 18, 2019

Salib-Mu Dan Salibku

Ada orang menghina salib. 
Ada orang meludahi Dia yang memikul salib.

Dia sudah dibenci oleh orang-orang sezamannya dulu. "Untuk apa kalian dengarkan Dia, yang tak jelas asal-usulnya?" kata mereka kepada para pendengar-Nya. Tetapi Dia terus mengatakan banyak hal, dan orang-orang yang berkerumun disana merasa bahwa Dia ini berbeda, tidak seperti para ulama yang selama ini mengajar mereka.

"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga," kata-Nya di atas bukit. Ia mengingatkan pengikut-Nya akan aniaya yang bakal terus ada, aniaya yang terus dinafaskan selama kaki menjejak bumi.

"Kasihilah musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang membencimu," ingat-Nya lagi.

"Ajaran apa ini?" tanyaku tak mengerti. "Mata ganti mata, gigi ganti gigi! Itu baru adil, Guru!" protesku sambil mengasah pedang. "Sarungkan pedangmu. Mata ganti mata akan membuat seluruh dunia buta," kata-Nya. Lalu Ia menunjukkan betapa jahat mataku, betapa gelap, betapa najis, betapa tak seorangpun benar di hadapan-Nya.

Lalu Ia naik ke kayu salib, hingga nyawa-Nya tumpas.

Tentara Romawi tertawa-tawa. Para ulama meludah ke tanah. "Matilah kau penista!" geram mereka puas. Banyak dari mereka yang ikut makan roti dan ikan dengan lima ribuan orang bersama-Nya menggelengkan kepala. "Orang lain Ia selamatkan, tapi Ia sendiri mati mengenaskan," ejek mereka.

Lalu kerumunan di Golgota itu bubar. Pengikut-pengikutNya membawa salib masing-masing ke rumahnya.

Duaribuan tahun setelahnya, hari ini aku bertanya kepada-Nya, "Guru, ada orang menghina salib-Mu. Aku tidak terima."
"Lalu?" tanya-Nya balik kepadaku.
"Aku marah dan ingin membalas orang itu," jawabku.
"Kau boleh marah dan membalas hanya jika kau sudah pikul salibmu," kata-Nya.

Aku mengambil salibku yang berdebu di dalam gudang, lalu menaruhnya di atas pundakku. Sambil menyeret langkah, aku mencari marahku di setiap celah rumahku, tetapi tak kutemukan.

Lalu aku melihat tubuh-Nya, mengucur darah, menggenang darah, dalam hatiku yang sudah berlumut.

"Itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah
rubuh
patah"
(Isa, oleh Chairil Anwar, 1943)

***
Serpong, 18 Ags 2019

Titus J.

No comments:

Colin Powell Who Firmed About His Calling

General Colin Powell was not only a successful military soldier, but also politician, diplomat, and statesman. In the 1995s, he was a pres...