Saturday, April 13, 2019

Menunggu Pulang


Pra-Paskah 2019 - hari#33
(The Prodigal Son - Part 1)
Anak bungsu itu sudah lama menunggu ayahnya keluar dari kamarnya. Karena tak sabar ia pun mengetuk pintu.

"Aku minta warisanku sekarang, Ayah," kata anak bungsu itu. Betapa sebuah permintaan yang kurang ajar. Tersirat ia berharap ayahnya untuk lekas berpulang. Ayahnya hanya membatin dengan nelangsa, tetapi karena cintanya maka ia pun masuk ke kamar, membuka brankas, lalu menyerahkan setengah dari kekayaannya kepada anaknya yang menunggu di depan pintu kamarnya dengan mata terbelalak.

Tanpa bicara apa-apa anak itu merenggut sekarung uang itu, lalu pergi tanpa pamit. Ia menuju kota besar dan mengejar kenikmatan dengan banyak wanita, hingga suatu hari ketika ia merogoh karung uangnya, ia hanya menangkap angin. Ia membalik karung itu dan mengibaskannya, tetapi hanya debu yang tersisa.

Di kota yang ramai itu ia pun menggelandang. Usus perutnya yang terbiasa dengan makanan mewah mulai meremas-remas lambungnya. Ia mengemis kepada pemilik peternakan babi, tetapi bahkan ampas yang menjadi sisa makanan babi pun tak boleh ia cicipi untuk meredakan laparnya.

Maka teringatlah ia akan ayahnya. Teringatlah ia bagaimana mata ayahnya menatapnya dengan sendu ketika melepasnya pergi. Ia menangis sesenggukan seperti anak kecil. Batinnya bergolak antara pulang atau tidak. Tetapi tatapan mata ayahnya seakan memanggilnya.

Di teras rumahnya itu ayahnya setiap hari menunggu. "Ia tak kan kembali," kata para tetangganya. Tetapi ayahnya bergeming. Hingga suatu sore ia melihat seseorang berjalan terseok-seok, berpakaian gembel, tetapi dari jauh ayahnya sudah mengenalinya. Ayah yang sudah tua itu berlari menjemputnya untuk menumpahkan kerinduannya.

"Ampunilah aku, Ayah, aku sudah durhaka...," katanya tersedu-sedu. "Sudahlah, anakku," kata ayahnya sambil memeluknya, tak peduli bau gembel menyengat. "Aku tak layak menjadi anakmu, Ayah," katanya dengan tangis lebih keras. "Kau tetap anakku apapun keadaanmu," ayahnya menyapu air mata anaknya.

Pelukan yang mengalahkan kedurhakaan. Kasih yang menutupi dosa. Itulah substansi Paskah, sebuah substansi yang menggerakkan-Nya memikul salib menuju Golgota.

***
Serpong, 12 Apr 2019
Titus J.

No comments:

Colin Powell Who Firmed About His Calling

General Colin Powell was not only a successful military soldier, but also politician, diplomat, and statesman. In the 1995s, he was a pres...