Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2019

The Power of Ikhlas

(Kisah Dua Janda - Part 2) Ah, satu lagi seorang janda telah membikin malu kita, pada suatu masa, ketika kelaparan hebat melanda tanah Israel. Di Sarfat janda itu hidup, tak kalah miskin daripada janda yang mempersembahkan dua peser itu di bait Allah. Lalu mampirlah Nabi Elia. “Buatkan bagiku sepotong roti,” kata Elia. “Maaf Tuan, aku hanya punya segenggam tepung dan sedikit minyak, yang hanya cukup untukku dan anakku pada hari ini, dan besok aku tidak punya apa-apa lagi, selain kain kafan yang sudah kusiapkan untukku dan anakku,” jawab janda itu. Tetapi Elia menjawab, “Bikinkan roti untukku terlebih dahulu, baru untukmu dan anakmu.” "Duhai Nabi, Tuan sungguh tidak punya rasa," pikir janda itu. Wajar ia berpikir demikian, karena Nabi itu meminta makan padanya di saat paceklik dan janda itu hanya punya nafas sehari lagi, dan itupun dimintanya pula? Janda itu memandang anaknya yang tergolek memegangi perutnya yang mulai perih. Tetapi mata Elia seakan berbicara. ...

Persembahan Yang Tulus

(Kisah Dua Janda - Part 1) Ah, janda itu. Ia telah membikin malu kita. Ia berjalan pelahan sambil tertunduk, karena ia rumangsa bahwa orang-orang yang memberi persembahan sebelum dia adalah orang-orang berduit, yang waktu menuju peti persembahan berjalan dengan langkah tegap dan kepala mendongak. Janda itu berjalan gemetar karena ia tahu bukan hanya orang-orang kaya yang sedang berada di bait Allah itu, tetapi Seorang Pengajar top, baru saja menyelesaikan khotbah-Nya dan sedang duduk memperhatikan. Janda itu menggenggam rapat-rapat uang recehnya agar tak ada yang tahu berapa keping dalam genggamannya yang akan dimasukkan ke peti persembahan. Ia begitu miskin. Semiskin apakah ia? Hari itu ia cuma punya dua peser. Peser adalah mata uang terkecil Yahudi. Jika dikonversi ke Rupiah, 1 peser kira-kira sama dengan Rp. 500 uang sekarang. Janda miskin itu pada hari itu hanya punya Rp. 1.000. Betapa miskinnya. Ia benar-benar lebih miskin dari pengemis manapun, pemulung manapun, da...

Baru 58 Tahun

Masih muda dirimu, Pak. Bahkan jika waktu mengantarmu sepuluh tahun bahkan duapuluh tahun ke depan, kau akan tetap muda, sebab kemudaan bukan soal umur, bukan soal raga, tetapi soal semangat, soal pola pikir, soal kedewasaan, dan soal attitude. Engkau bergerak tak kenal lelah, menapakkan kakimu dari Timur hingga Barat negeri ini, bahkan seandainya waktu dan tenagamu tak membatasi, niscaya tak sejengkal tanahpun di negeri ini yang tak kau jejaki, yang tak kau sambangi, hanya untuk menyapa rakyat, dan menularkan semangat optimisme itu, bahwa esok selalu ada harapan. Masih muda dirimu, Pak. Tetapi sudah banyak yang kau lakukan selama hampir lima tahun ini, dengan mencucurkan keringat, menahan pukulan, hinaan, dan segala jenis caci-maki, dari mereka yang tak menganggapmu ada. Kau pernah berkata betapa masih banyak lagi keinginan dan cita-citamu yang ingin kau kerjakan, jika kau masih diberi kesempatan. Tapi, Pak, belum cukupkah luka yang mencabik tubuhmu yang kerempeng itu? ...

Kasih Yunarto

Saya tidak kaget jika banyak yang membenci Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif Charta Politika. Tetapi saya kaget ketika tahu bahwa ia menjadi salah satu target pembunuhan bersama dengan empat pejabat tinggi Indonesia yang terungkap baru-baru ini. Biasanya sebuah plot pembunuhan bermotif politik akan menyasar pejabat penting negara. Tujuannya tak lain adalah membuat geger. Jadi empat target pejabat tinggi yang ada dalam list tersebut merupakan target vital yang bisa berdampak sangat serius secara politik apabila rencana itu terlaksana. Tetapi menyasar target seorang pemimpin lembaga survey? Toto – panggilan akrab Yunarto – hanya seorang analis politik yang kebetulan mengelola sebuah lembaga survey. Begitu berbahayakah ia bagi seseorang atau sekelompok orang? Ia toh hanya berteman dengan angka-angka, dan semua angka yang direlease oleh lembaganya bisa dipertanggung-jawabkan karena berbasis ilmu. Angka-angka itu berbicara dengan gamblang. Lagipula, bukankah ilmu tak dapat dise...