Skip to main content

Lee Kuan Yew: Ojo Kesusu

Betapa sabarnya Lee Kuan Yew (LKY).

Ia tidak buru-buru menjadikan anaknya, Lee Hsien Loong, langsung menggantikannya ketika LKY lengser sebagai Perdana Menteri di tahun 1990.

Waktu itu, Lee junior sudah menjadi anggota parlemen (umur 32 tahun), lalu menapaki karirnya sebagai Menteri Perdagangan dan Industri (umur 34 tahun), lalu Wakil Menteri Pertahanan. Di ketentaraan (SAF - Singapore Armed Forces), ia berpangkat Brigadir Jenderal.

Toh LKY belum menganggap anaknya cukup. Ia tidak mau anaknya langsung lompat. "Don’t look for shortcuts. Jangan instan, ojo kesusu,” katanya.

Itu tidak pantas.

Di dunia politik dikenal adanya fatsun politik, artinya kesantunan politik atau etika politik.

Kita sering mendengar bahwa politik itu kotor. Tetapi yang menjadikannya kotor sebenarnya adalah manusia yang berpolitik. Padahal politik itu juga punya etika.

Lalu LKY digantikan oleh Goh Chok Tong sebagai Perdana Menteri di tahun 1990.

PM Goh mempercayakan beberapa jabatan penting kepada Lee Hsien Loong: sebagai salah satu deputinya, sebagai Chairman Monetary Authority of Singapore (Gubernur Bank Sentral) lalu Menteri Keuangan.

LKY membiarkan anaknya mencari pengalaman sebanyak-banyaknya dulu. Ia sabar. Anaknya juga sabar. Mereka menunggu 14 tahun sampai Lee junior matang.

Apakah 14 tahun adalah waktu yang panjang? Bagi LKY dan anaknya, itu adalah sebuah proses yang harus dilalui.

Tertulis di konstitusi Singapura bahwa seorang presiden harus berumur minimal 45 tahun. Untuk jabatan Perdana Menteri, entah berapa umur minimal. Tetapi seandainya ada aturannya pun, rasanya LKY tidak bakal setuju konstitusi diubah demi anaknya yang saat ia lengser masih berumur 38 tahun.

Ia adalah strongman saat itu. Ia pasti bisa, kalau ia mau. Tetapi ia mengerti fatsun politik, etika politik.

Setelah Lee Hsien Loong menggantikan Goh di tahun 2004, ia membuktikan bahwa seseorang yang jadi sesuatu karena sebuah proses memang punya kualitas.

Jika LKY masih hidup saat ini, mungkin ia akan mengernyitkan dahi melihat Indonesia, dimana seorang yang belum 3 tahun jadi walikota langsung melompat jadi cawapres.

***

Serpong, 3 Des 2023

Titus J.

Comments

Popular posts from this blog

Eisenhower, The Top Figure Army General, The Modest President

This is a portrait of Dwight D. Eisenhower, a young dreamer, charting a course from Abilene, Kansas, to West Point and beyond. Before becoming the 34th president (two terms from 1953 to 1961), Ike –as he was called–  was a five-star general in the U.S. Army during World War II and served as Supreme Commander of the Allied Expeditionary Force in Europe. This book reveals the journey of the man who worked with incredible subtlety to move events in the direction he wished them to go. In both war and peace, he gave the world confidence in American leadership. In the war period, Ike commanded the largest multinational force ever assembled to fight German troops in leading the Western powers to victory.  During his presidency, he ended a three-year war in Korea with honor and dignity. Not a single American died in combat for the next eight years. He resisted calls for preventive war against the Soviet Union and China, faced down Khruschev over Berlin, and restored stability in Leban...

Bertrand Russell Critical Analysis on Western Philosophy

“Philosophy is something intermediate between theology and science,” said Bertrand Russell. Theology and science occupy their own territory. All definite knowledge belongs to science, all dogma as to what surpasses definite knowledge belongs to theology. Between theology and science there is No Man’s Land, exposed to attack from both sides. For that the philosophy is present. The No Man’s Land is philosophy. Then he added, “Philosophical conceptions are a product of two factors: one, inherited religious and ethical conceptions; the other, the sort of investigation which may be called ‘scientific’.” Bertrand Russell who was born in 1872, he himself was a British philosopher as well as mathematician, logician, historian, writer, and social critic. In this book, which was firstly published in 1945, Russell divided the philosophy chronologically into three parts: Ancient Philosophy, Catholic Philosophy and Modern Philosophy. This book is a widely read and influential philosophical history ...

Jesus Way Tak Segampang Busway

Jesus Way yang diartikan “cara Yesus” atau “jalan Yesus” tampaknya berupa jalan sempit dan sedikit orang menyukainya/memilihnya. Ini pernah dikatakan oleh Yesus sendiri: “ Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya .” (Matius 7:14). Semua orang, atau sebagian besar orang, memilih jalan lebar tanpa hambatan agar sebisa mungkin lebih cepat sampai tujuan. Jalan sempit hanya memperlama waktu, tidak efektif, dan tidak sesuai tuntutan zaman yang serba cepat dan instan. Sebenarnya jalan sempit tidak apa-apa asalkan lancar. Ternyata tidak. Jesus way bukan seperti jalur khusus bus atau busway di Jakarta. Busway – walaupun sempit, hanya pas untuk satu bus – memberikan privilege karena dikhususkan untuk bus tanpa ada hambatan apapun. Ikut melaju di busway enak sekali, diprioritaskan, tidak ikut ngantri bermacet-macetan di jalan. Jesus way tidak seperti busway . Dulu ada kisah seorang anak muda yang kaya raya, yang sedang mencar...