Skip to main content

Kafir Yang Menemukan Surga


Dulu ada cerita tentang mereka, orang-orang yang dihinakan, bahkan diludahi. Tetapi di akhir cerita, mereka justru dimuliakan, oleh seorang Guru yang perkataan-Nya bisa meneduhkan angin ribut, dan membangkitkan orang mati.

Orang Samaria, begitulah mereka disebut. Para ahli kitab suci menandai mereka dengan label "kafir", karena mereka tidak berdoa seperti para imam berdoa, dan tidak menjalankan agama seperti para ahli kitab suci menjalankan agama dengan sangat cermat.

Lalu para imam itu mengajar rakyat, "Jangan bergaul dengan mereka. Najis!" Maka tak seorangpun sudi memandang mereka sebagai orang.

Suatu hari Sang Guru datang. Ia mampir dan bergaul dengan mereka. Para imam dan ahli kitab suci protes, "Mengapa Engkau dan murid-muridMu suka duduk makan dengan mereka, para kafir dan pendosa itu?"
Sang Guru menjawab, "Kamu mengkafirkan mereka karena merasa memegang kunci Surga, tapi kamu tak berkuasa membuka pintunya."
"Kami telah melakukan hukum agama dengan seksama," kata mereka.
"Tetapi bukan hukum yang terutama dan yang pertama," jawab-Nya.

Lalu Sang Guru mengisahkan tentang seorang yang dirampok dan dianiaya hingga sekarat, lalu ditinggalkan di pinggir jalan yang sepi. Lalu lewatlah di jalan itu seorang imam, tetapi bergegas pergi tanpa empati. Setelah itu lewat juga seorang penatua bait suci, tetapi hanya menengok sebentar lalu malah menyeberang jalan.

Suara erang kesakitan itu masih disana, berjam-jam, hingga seorang Samaria lewat. Hatinya tergerak oleh belas kasihan, lalu menghampiri tubuh penuh luka itu. Orang Samaria itu tahu bahwa yang sedang sekarat itu adalah orang dari golongan yang selama ini mengkafirkannya. Tetapi ia tak peduli. Tubuh itu dinaikkannya ke atas keledainya, dan dibawanya ke tempat perawatan. "Rawatlah ia sampai sembuh. Ini uang sebagai DP. Aku akan kembali lagi kesini untuk melunasi kekurangan biayanya," katanya kepada pemilik rumah perawatan itu.

Sang Guru menghentikan cerita-Nya. Para imam dan ahli kitab suci ngeloyor pergi, entah kemana.

Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” —Galatia 5:14

***
Serpong, 31 Ags 2019
Titus J.

Comments

Popular posts from this blog

Eisenhower, The Top Figure Army General, The Modest President

This is a portrait of Dwight D. Eisenhower, a young dreamer, charting a course from Abilene, Kansas, to West Point and beyond. Before becoming the 34th president (two terms from 1953 to 1961), Ike –as he was called–  was a five-star general in the U.S. Army during World War II and served as Supreme Commander of the Allied Expeditionary Force in Europe. This book reveals the journey of the man who worked with incredible subtlety to move events in the direction he wished them to go. In both war and peace, he gave the world confidence in American leadership. In the war period, Ike commanded the largest multinational force ever assembled to fight German troops in leading the Western powers to victory.  During his presidency, he ended a three-year war in Korea with honor and dignity. Not a single American died in combat for the next eight years. He resisted calls for preventive war against the Soviet Union and China, faced down Khruschev over Berlin, and restored stability in Leban...

Bertrand Russell Critical Analysis on Western Philosophy

“Philosophy is something intermediate between theology and science,” said Bertrand Russell. Theology and science occupy their own territory. All definite knowledge belongs to science, all dogma as to what surpasses definite knowledge belongs to theology. Between theology and science there is No Man’s Land, exposed to attack from both sides. For that the philosophy is present. The No Man’s Land is philosophy. Then he added, “Philosophical conceptions are a product of two factors: one, inherited religious and ethical conceptions; the other, the sort of investigation which may be called ‘scientific’.” Bertrand Russell who was born in 1872, he himself was a British philosopher as well as mathematician, logician, historian, writer, and social critic. In this book, which was firstly published in 1945, Russell divided the philosophy chronologically into three parts: Ancient Philosophy, Catholic Philosophy and Modern Philosophy. This book is a widely read and influential philosophical history ...

Jesus Way Tak Segampang Busway

Jesus Way yang diartikan “cara Yesus” atau “jalan Yesus” tampaknya berupa jalan sempit dan sedikit orang menyukainya/memilihnya. Ini pernah dikatakan oleh Yesus sendiri: “ Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya .” (Matius 7:14). Semua orang, atau sebagian besar orang, memilih jalan lebar tanpa hambatan agar sebisa mungkin lebih cepat sampai tujuan. Jalan sempit hanya memperlama waktu, tidak efektif, dan tidak sesuai tuntutan zaman yang serba cepat dan instan. Sebenarnya jalan sempit tidak apa-apa asalkan lancar. Ternyata tidak. Jesus way bukan seperti jalur khusus bus atau busway di Jakarta. Busway – walaupun sempit, hanya pas untuk satu bus – memberikan privilege karena dikhususkan untuk bus tanpa ada hambatan apapun. Ikut melaju di busway enak sekali, diprioritaskan, tidak ikut ngantri bermacet-macetan di jalan. Jesus way tidak seperti busway . Dulu ada kisah seorang anak muda yang kaya raya, yang sedang mencar...