Skip to main content

Darsam


(Catatan Film Bumi Manusia - part1)

Dengan logat Madura kental:
"Majikanku Nyai dan Noni. Orang yang mereka sukai aku sukai. Kalau Sinyo Robert menghendaki terbunuhnya Tuan Muda Minke, sebaiknya Sinyo sendiri yang kutebang. Kau bukan majikanku. Awas!" Lalu Darsam mencabut parang dan Robert Mellema lari.

Tak bisa dibayangkan jika Pakde Jokowi benar-benar memerankan tokoh Darsam pada film Bumi Manusia garapan sutradara Hanung Bramantyo.


Darsam memang satu sosok penting dalam cerita itu. Ia seorang jawara Madura yang menjadi bodyguard Nyai Ontosoroh. Untuk sosok inilah Hanung berangan-angan seandainya Darsam diperankan oleh Jokowi yang dinilainya tepat. "Cari pemeran Minke dan Nyai Ontosoroh tidak sesulit mencari pemeran Darsam, hingga saya lihat Pak Jokowi yang kebetulan juga mengagumi Pram," kata Hanung.

Hmm. Ide Hanung sebenarnya boleh juga. Karakter Jokowi yang gigih, "keras kepala" soal menjaga prinsip, dan tak takut apapun boleh jadi cocok dengan karakter Darsam.

Karakter Darsam yang unik akan menghidupkan cerita. Sebagai pengawal setia Nyai Ontosoroh, seluruh jiwa-raganya untuk nyonyanya. Kawan nyonyanya adalah kawannya, lawan nyonyanya adalah lawannya. Mengusik nyonyanya berarti menantangnya. Dengan parang terselit di pinggangnya, ia seolah memberi pesan kepada siapapun bahwa sewaktu-waktu parang itu akan tercabut dan tak akan kembali ke tempatnya tanpa mencium darah. Tugasnya hanya satu: menjaga keselamatan nyonyanya. Tak ada yang dipatuhi seperti ia mematuhi Nyai. Kendaraannya: dokar.

"Mengapa mondar-mandir begitu?" tanya Nyai Ontosoroh dalam Madura kepada Darsam. "Kaki ini gatal saja mau bergerak sendiri, Nyai," jawabnya. "Tapi tampangmu kelihatan begitu suram. Bengis. Matamu membelalak haus darah."

Boerderij Buitenzorg Wonokromo - Surabaya itu menyimpan tumpukan cerita tentang anak manusia, dimana cinta, airmata, dendam, penghinaan, penindasan, tersuruk di setiap sudut ruangan.

Tetapi ada yang tak mau tunduk, ada yang tak rela takluk.

Tunggu tanggal mainnya di 15 Agustus 2019 di bioskop.

***
Serpong, 27 Jul 2019
Titus J.

Comments

Popular posts from this blog

Eisenhower, The Top Figure Army General, The Modest President

This is a portrait of Dwight D. Eisenhower, a young dreamer, charting a course from Abilene, Kansas, to West Point and beyond. Before becoming the 34th president (two terms from 1953 to 1961), Ike –as he was called–  was a five-star general in the U.S. Army during World War II and served as Supreme Commander of the Allied Expeditionary Force in Europe. This book reveals the journey of the man who worked with incredible subtlety to move events in the direction he wished them to go. In both war and peace, he gave the world confidence in American leadership. In the war period, Ike commanded the largest multinational force ever assembled to fight German troops in leading the Western powers to victory.  During his presidency, he ended a three-year war in Korea with honor and dignity. Not a single American died in combat for the next eight years. He resisted calls for preventive war against the Soviet Union and China, faced down Khruschev over Berlin, and restored stability in Leban...

Bertrand Russell Critical Analysis on Western Philosophy

“Philosophy is something intermediate between theology and science,” said Bertrand Russell. Theology and science occupy their own territory. All definite knowledge belongs to science, all dogma as to what surpasses definite knowledge belongs to theology. Between theology and science there is No Man’s Land, exposed to attack from both sides. For that the philosophy is present. The No Man’s Land is philosophy. Then he added, “Philosophical conceptions are a product of two factors: one, inherited religious and ethical conceptions; the other, the sort of investigation which may be called ‘scientific’.” Bertrand Russell who was born in 1872, he himself was a British philosopher as well as mathematician, logician, historian, writer, and social critic. In this book, which was firstly published in 1945, Russell divided the philosophy chronologically into three parts: Ancient Philosophy, Catholic Philosophy and Modern Philosophy. This book is a widely read and influential philosophical history ...

Jesus Way Tak Segampang Busway

Jesus Way yang diartikan “cara Yesus” atau “jalan Yesus” tampaknya berupa jalan sempit dan sedikit orang menyukainya/memilihnya. Ini pernah dikatakan oleh Yesus sendiri: “ Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya .” (Matius 7:14). Semua orang, atau sebagian besar orang, memilih jalan lebar tanpa hambatan agar sebisa mungkin lebih cepat sampai tujuan. Jalan sempit hanya memperlama waktu, tidak efektif, dan tidak sesuai tuntutan zaman yang serba cepat dan instan. Sebenarnya jalan sempit tidak apa-apa asalkan lancar. Ternyata tidak. Jesus way bukan seperti jalur khusus bus atau busway di Jakarta. Busway – walaupun sempit, hanya pas untuk satu bus – memberikan privilege karena dikhususkan untuk bus tanpa ada hambatan apapun. Ikut melaju di busway enak sekali, diprioritaskan, tidak ikut ngantri bermacet-macetan di jalan. Jesus way tidak seperti busway . Dulu ada kisah seorang anak muda yang kaya raya, yang sedang mencar...