Skip to main content

Vivere Pericoloso a la Yunarto


Kalau nonton Yunarto Wijaya di TV, kita tahu ia cerdas. Sebagai Direktur Eksekutif Charta Politika, analisanya tajam, bahasanya membumi, tidak muter-muter.

Toto (panggilan akrabnya) kaya dengan data dan referensi. Ia berani mempertahankan argumentasi karena scientific-based. Ia suka menyentil, agak nakal dan terkadang menohok, tapi apa yang disampaikannya bukan konten fitnah. Ini yang terpenting. Di alam demokrasi ini, setiap orang bebas berekspresi, dengan gaya apapun, mau serius atau lucu, mau ngegas atau kalem, ok-ok saja, yang penting jangan fitnah, jangan rasis. Fitnah dan rasis ini merusak demokrasi, merusak kehidupan.

Toto sudah kenyang diperlakukan rasis. Di media sosial ia sering diolok-olok karena ia keturunan Tionghoa. Ada yang kasar memanggilnya 'Cina', atau yang lebih kasar lagi 'Cina kafir'.

Dibully seperti itu sudah biasa. "Jika Prabowo-Sandi menang, berani nggak Yunarto pindah ke negara komunis, China atau Korut? Ayok taruhan," tantang seseorang di Twitter. Sebelumnya Charta Politika membeberkan hasil surveynya yang mengunggulkan Jokowi - Ma'ruf. "Ok saya terima. Berlaku buat Anda juga ya kalau Prabowo-Sandi kalah. Saya serius," Toto merespon tantangan rasis itu. Belakangan postingan si penantang itu sudah raib di Twitter.

Menjadi seorang Yunarto Wijaya di Indonesia memang tak mudah. Tapi ia menyatakan bahwa ia warga negara Indonesia. Keindonesiaannya ia buktikan dengan integritas. Apa yang diandalkan lembaga survey kalau bukan integritas?

Selepas merilis hasil quick count pemilu barusan, Toto sudah ratusan kali menerima teror. Ia mungkin sedang diincar, terakhir dari selebaran berbau ancaman untuk ngegeruduk kantornya kemarin. "Semakin kalian begini, semakin keras posisi saya untuk ngelawan. Sontoloyo," twitnya. Ia tak gentar dengan premanisme.

Toto pasti sadar dengan risiko dan bahaya. Atau jangan-jangan ia memang suka nyerempet-nyerempet bahaya? Vivere Pericoloso, dalam hidup ini tidak apa-apa sesekali menyerempet bahaya, kata Bung Karno.

Saya yakin Toto cukup punya nyali, demi prinsip dan integritas. Vivere Pericoloso.

***
Serpong, 4 Mei 2019
Titus J.

Comments

Amira said…
Paling gak suka kalo berargumen trs menjurus ke SARA... Keliatan cupet bangat. Lembaga survey yg dipertaruhkan ya intergritasnya, gak bs dipesan suatu gol utk memenangkannya.. Abal2 itu namanya.

Popular posts from this blog

Eisenhower, The Top Figure Army General, The Modest President

This is a portrait of Dwight D. Eisenhower, a young dreamer, charting a course from Abilene, Kansas, to West Point and beyond. Before becoming the 34th president (two terms from 1953 to 1961), Ike –as he was called–  was a five-star general in the U.S. Army during World War II and served as Supreme Commander of the Allied Expeditionary Force in Europe. This book reveals the journey of the man who worked with incredible subtlety to move events in the direction he wished them to go. In both war and peace, he gave the world confidence in American leadership. In the war period, Ike commanded the largest multinational force ever assembled to fight German troops in leading the Western powers to victory.  During his presidency, he ended a three-year war in Korea with honor and dignity. Not a single American died in combat for the next eight years. He resisted calls for preventive war against the Soviet Union and China, faced down Khruschev over Berlin, and restored stability in Leban...

Bertrand Russell Critical Analysis on Western Philosophy

“Philosophy is something intermediate between theology and science,” said Bertrand Russell. Theology and science occupy their own territory. All definite knowledge belongs to science, all dogma as to what surpasses definite knowledge belongs to theology. Between theology and science there is No Man’s Land, exposed to attack from both sides. For that the philosophy is present. The No Man’s Land is philosophy. Then he added, “Philosophical conceptions are a product of two factors: one, inherited religious and ethical conceptions; the other, the sort of investigation which may be called ‘scientific’.” Bertrand Russell who was born in 1872, he himself was a British philosopher as well as mathematician, logician, historian, writer, and social critic. In this book, which was firstly published in 1945, Russell divided the philosophy chronologically into three parts: Ancient Philosophy, Catholic Philosophy and Modern Philosophy. This book is a widely read and influential philosophical history ...

Jesus Way Tak Segampang Busway

Jesus Way yang diartikan “cara Yesus” atau “jalan Yesus” tampaknya berupa jalan sempit dan sedikit orang menyukainya/memilihnya. Ini pernah dikatakan oleh Yesus sendiri: “ Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya .” (Matius 7:14). Semua orang, atau sebagian besar orang, memilih jalan lebar tanpa hambatan agar sebisa mungkin lebih cepat sampai tujuan. Jalan sempit hanya memperlama waktu, tidak efektif, dan tidak sesuai tuntutan zaman yang serba cepat dan instan. Sebenarnya jalan sempit tidak apa-apa asalkan lancar. Ternyata tidak. Jesus way bukan seperti jalur khusus bus atau busway di Jakarta. Busway – walaupun sempit, hanya pas untuk satu bus – memberikan privilege karena dikhususkan untuk bus tanpa ada hambatan apapun. Ikut melaju di busway enak sekali, diprioritaskan, tidak ikut ngantri bermacet-macetan di jalan. Jesus way tidak seperti busway . Dulu ada kisah seorang anak muda yang kaya raya, yang sedang mencar...