Skip to main content

Menunggu Pulang


Pra-Paskah 2019 - hari#33
(The Prodigal Son - Part 1)
Anak bungsu itu sudah lama menunggu ayahnya keluar dari kamarnya. Karena tak sabar ia pun mengetuk pintu.

"Aku minta warisanku sekarang, Ayah," kata anak bungsu itu. Betapa sebuah permintaan yang kurang ajar. Tersirat ia berharap ayahnya untuk lekas berpulang. Ayahnya hanya membatin dengan nelangsa, tetapi karena cintanya maka ia pun masuk ke kamar, membuka brankas, lalu menyerahkan setengah dari kekayaannya kepada anaknya yang menunggu di depan pintu kamarnya dengan mata terbelalak.

Tanpa bicara apa-apa anak itu merenggut sekarung uang itu, lalu pergi tanpa pamit. Ia menuju kota besar dan mengejar kenikmatan dengan banyak wanita, hingga suatu hari ketika ia merogoh karung uangnya, ia hanya menangkap angin. Ia membalik karung itu dan mengibaskannya, tetapi hanya debu yang tersisa.

Di kota yang ramai itu ia pun menggelandang. Usus perutnya yang terbiasa dengan makanan mewah mulai meremas-remas lambungnya. Ia mengemis kepada pemilik peternakan babi, tetapi bahkan ampas yang menjadi sisa makanan babi pun tak boleh ia cicipi untuk meredakan laparnya.

Maka teringatlah ia akan ayahnya. Teringatlah ia bagaimana mata ayahnya menatapnya dengan sendu ketika melepasnya pergi. Ia menangis sesenggukan seperti anak kecil. Batinnya bergolak antara pulang atau tidak. Tetapi tatapan mata ayahnya seakan memanggilnya.

Di teras rumahnya itu ayahnya setiap hari menunggu. "Ia tak kan kembali," kata para tetangganya. Tetapi ayahnya bergeming. Hingga suatu sore ia melihat seseorang berjalan terseok-seok, berpakaian gembel, tetapi dari jauh ayahnya sudah mengenalinya. Ayah yang sudah tua itu berlari menjemputnya untuk menumpahkan kerinduannya.

"Ampunilah aku, Ayah, aku sudah durhaka...," katanya tersedu-sedu. "Sudahlah, anakku," kata ayahnya sambil memeluknya, tak peduli bau gembel menyengat. "Aku tak layak menjadi anakmu, Ayah," katanya dengan tangis lebih keras. "Kau tetap anakku apapun keadaanmu," ayahnya menyapu air mata anaknya.

Pelukan yang mengalahkan kedurhakaan. Kasih yang menutupi dosa. Itulah substansi Paskah, sebuah substansi yang menggerakkan-Nya memikul salib menuju Golgota.

***
Serpong, 12 Apr 2019
Titus J.

Comments

Popular posts from this blog

Eisenhower, The Top Figure Army General, The Modest President

This is a portrait of Dwight D. Eisenhower, a young dreamer, charting a course from Abilene, Kansas, to West Point and beyond. Before becoming the 34th president (two terms from 1953 to 1961), Ike –as he was called–  was a five-star general in the U.S. Army during World War II and served as Supreme Commander of the Allied Expeditionary Force in Europe. This book reveals the journey of the man who worked with incredible subtlety to move events in the direction he wished them to go. In both war and peace, he gave the world confidence in American leadership. In the war period, Ike commanded the largest multinational force ever assembled to fight German troops in leading the Western powers to victory.  During his presidency, he ended a three-year war in Korea with honor and dignity. Not a single American died in combat for the next eight years. He resisted calls for preventive war against the Soviet Union and China, faced down Khruschev over Berlin, and restored stability in Leban...

Bertrand Russell Critical Analysis on Western Philosophy

“Philosophy is something intermediate between theology and science,” said Bertrand Russell. Theology and science occupy their own territory. All definite knowledge belongs to science, all dogma as to what surpasses definite knowledge belongs to theology. Between theology and science there is No Man’s Land, exposed to attack from both sides. For that the philosophy is present. The No Man’s Land is philosophy. Then he added, “Philosophical conceptions are a product of two factors: one, inherited religious and ethical conceptions; the other, the sort of investigation which may be called ‘scientific’.” Bertrand Russell who was born in 1872, he himself was a British philosopher as well as mathematician, logician, historian, writer, and social critic. In this book, which was firstly published in 1945, Russell divided the philosophy chronologically into three parts: Ancient Philosophy, Catholic Philosophy and Modern Philosophy. This book is a widely read and influential philosophical history ...

Jesus Way Tak Segampang Busway

Jesus Way yang diartikan “cara Yesus” atau “jalan Yesus” tampaknya berupa jalan sempit dan sedikit orang menyukainya/memilihnya. Ini pernah dikatakan oleh Yesus sendiri: “ Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya .” (Matius 7:14). Semua orang, atau sebagian besar orang, memilih jalan lebar tanpa hambatan agar sebisa mungkin lebih cepat sampai tujuan. Jalan sempit hanya memperlama waktu, tidak efektif, dan tidak sesuai tuntutan zaman yang serba cepat dan instan. Sebenarnya jalan sempit tidak apa-apa asalkan lancar. Ternyata tidak. Jesus way bukan seperti jalur khusus bus atau busway di Jakarta. Busway – walaupun sempit, hanya pas untuk satu bus – memberikan privilege karena dikhususkan untuk bus tanpa ada hambatan apapun. Ikut melaju di busway enak sekali, diprioritaskan, tidak ikut ngantri bermacet-macetan di jalan. Jesus way tidak seperti busway . Dulu ada kisah seorang anak muda yang kaya raya, yang sedang mencar...