Skip to main content

Memetik Rejeki


Dalam setiap kesempatan saya naik transportasi online, baik ketika saya beredar di Jakarta maupun dari rumah menuju stasiun kereta dan sebaliknya, di dalam mobil saya sering mengajak ngobrol sopirnya.

Walaupun ngobrolnya "ngalor-ngidul", dua hal yang selalu saya tanyakan adalah dimana sopir itu tinggal, dan bagaimana order hari itu.

Soal tempat tinggal ini sering mengejutkan saya. Ada sopir yang berasal dari Purwakarta. Sopir ini cuma pulang ke Purwakarta seminggu sekali, dan selama beredar di Jakarta, malam hari ia tidur di dalam mobil. Kalau mandi ia mencari toilet umum. Dari sini saja kita mengerti betapa hebat perjuangannya untuk memetik rejekinya.

Pernah juga sopir saya adalah seorang wanita, berjilbab. Ia mulai meng-on-kan aplikasinya jam 7 pagi, setelah ia antarkan anaknya ke sekolah. "Saya cuma sampai jam 1 siang aja Pak," katanya. "Kok nggak sampai sore Bu?" tanya saya. Ibu ini lalu menjelaskan bahwa ia harus menjemput anaknya dari sekolah, setelah itu pulang, memasak, dan menemani anaknya belajar.

Suatu hari saya harus berangkat ke bandara jam 3 dini hari untuk mengejar penerbangan pertama. Saya tanya ke sopirnya kok pagi buta begini sudah on. "Saya sengaja 'ngalong' Pak, sebab nggak suka macet," jawabnya. Jadilah ia seperti kalong (kelelawar) yang melek malam hari dan tidur siang hari.

Masih banyak cerita soal sopir-sopir online itu. "Bagaimana order hari ini Pak? Ramai?" tanya saya. "Alhamdullillah Pak, ada aja," jawabnya. "Asal kita rajin, order nggak kurang Pak," jawab sopir yang lain. Saya ikut senang mendengar jawaban mereka.

Ada juga sopir yang mengeluh sepanjang perjalanan, tapi jumlahnya sedikit. Kira-kira dari sepuluh sopir, paling hanya dua. Saya lalu membandingkan dengan sopir Purwakarta itu, Ibu berjilbab itu, atau si kalong itu.

Hidup memang perjuangan, tetapi asyik. Tuhan selalu ingat kepada mereka yang mau berjuang, bukan yang suka mengeluh dan menyalahkan keadaan. Ia sudah menyediakan rejeki di sepanjang jalan kehidupan, tinggal apakah kita mau memetiknya dengan rajin, atau membiarkan rejeki dipatok ayam.

***
Serpong, 9 Apr 2019
Titus J.

Comments

Popular posts from this blog

Eisenhower, The Top Figure Army General, The Modest President

This is a portrait of Dwight D. Eisenhower, a young dreamer, charting a course from Abilene, Kansas, to West Point and beyond. Before becoming the 34th president (two terms from 1953 to 1961), Ike –as he was called–  was a five-star general in the U.S. Army during World War II and served as Supreme Commander of the Allied Expeditionary Force in Europe. This book reveals the journey of the man who worked with incredible subtlety to move events in the direction he wished them to go. In both war and peace, he gave the world confidence in American leadership. In the war period, Ike commanded the largest multinational force ever assembled to fight German troops in leading the Western powers to victory.  During his presidency, he ended a three-year war in Korea with honor and dignity. Not a single American died in combat for the next eight years. He resisted calls for preventive war against the Soviet Union and China, faced down Khruschev over Berlin, and restored stability in Leban...

Bertrand Russell Critical Analysis on Western Philosophy

“Philosophy is something intermediate between theology and science,” said Bertrand Russell. Theology and science occupy their own territory. All definite knowledge belongs to science, all dogma as to what surpasses definite knowledge belongs to theology. Between theology and science there is No Man’s Land, exposed to attack from both sides. For that the philosophy is present. The No Man’s Land is philosophy. Then he added, “Philosophical conceptions are a product of two factors: one, inherited religious and ethical conceptions; the other, the sort of investigation which may be called ‘scientific’.” Bertrand Russell who was born in 1872, he himself was a British philosopher as well as mathematician, logician, historian, writer, and social critic. In this book, which was firstly published in 1945, Russell divided the philosophy chronologically into three parts: Ancient Philosophy, Catholic Philosophy and Modern Philosophy. This book is a widely read and influential philosophical history ...

Jesus Way Tak Segampang Busway

Jesus Way yang diartikan “cara Yesus” atau “jalan Yesus” tampaknya berupa jalan sempit dan sedikit orang menyukainya/memilihnya. Ini pernah dikatakan oleh Yesus sendiri: “ Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya .” (Matius 7:14). Semua orang, atau sebagian besar orang, memilih jalan lebar tanpa hambatan agar sebisa mungkin lebih cepat sampai tujuan. Jalan sempit hanya memperlama waktu, tidak efektif, dan tidak sesuai tuntutan zaman yang serba cepat dan instan. Sebenarnya jalan sempit tidak apa-apa asalkan lancar. Ternyata tidak. Jesus way bukan seperti jalur khusus bus atau busway di Jakarta. Busway – walaupun sempit, hanya pas untuk satu bus – memberikan privilege karena dikhususkan untuk bus tanpa ada hambatan apapun. Ikut melaju di busway enak sekali, diprioritaskan, tidak ikut ngantri bermacet-macetan di jalan. Jesus way tidak seperti busway . Dulu ada kisah seorang anak muda yang kaya raya, yang sedang mencar...