Skip to main content

Cerita Jokowi


Menarik sekali memperhatikan model kampanye Jokowi. Ia keliling daerah untuk bertemu masyarakat, bukan untuk berpidato, tetapi mengajak ngobrol. Enak melihat kampanye model begini, tidak ada teriak-teriak dan marah-marah.

Dalam setiap kunjungannya itu selalu ada cerita. Cerita itu lalu ditulis (tim penulisnya cerdas), dan diposting di akun medsosnya beserta foto atau video. Semua yang ditulis itu sederhana dan tidak bombastis. Tetapi walaupun sederhana, tulisan-tulisan itu sarat dengan pesan, memberikan informasi tentang denyut nadi masyarakat yang ia kunjungi dan hasil kerjanya selama ini. Postingannya mendapat ratusan ribu 'view' dan 'like'. Memang tidak semua berkomentar positif, ada sebagian memaki. Lucu juga model follower begini, mereka mem-follow hanya untuk memaki.

Kampanye dengan model cerita seperti itu sangat produktif, konstruktif dan edukatif. Membaca cerita Jokowi, kita seperti dibawa keliling Indonesia dan melihat negeri ini dalam keadaan apa adanya. Ia bercerita sejujurnya agar kita dapat menilainya dengan sejujurnya juga.

Ia tidak hanya memposting cerita yang manis  saja. Ia menunjukkan semua, termasuk keadaan daerah yang masih nestapa. Tetapi dalam kenestapaan itu ia selalu menghembuskan optimisme bahwa keadaan seburuk apapun pasti bisa diatasi, karena ia telah memberikan hatinya. Ia adalah pemimpin yang melayani, bukan memerintah.

Cerita Jokowi tentang Indonesia seakan mengajak kita untuk melihat gambar masa depan kita. Gambar itu memang belum selesai sekarang, tetapi rekam-jejaknya selama ini menumbuhkan semangat kita untuk memiliki Indonesia yang bisa bikin kita bangga.

Tetapi sayang tidak semua senang dengan apa yang ia kerjakan. Ia dituduh berbohong. Jika ia mau berbohong, terlalu banyak yang harus ia tutupi, terlalu banyak yang harus ia ingat. "No man has a good enough memory to be a successful liar," kata Abraham Lincoln. Jokowi tak perlu berbohong karena jejaknya ada dan ia membiarkan jejak itu bercerita sendiri.

Jadi sebenarnya Jokowi tidak perlu kampanye. Pekerjaan-pekerjaan yang sudah dilakukannya dan hasilnya itulah yang berkampanye untuknya.

***
Serpong, 30 Mar 2019
Titus J.

Comments

Popular posts from this blog

Eisenhower, The Top Figure Army General, The Modest President

This is a portrait of Dwight D. Eisenhower, a young dreamer, charting a course from Abilene, Kansas, to West Point and beyond. Before becoming the 34th president (two terms from 1953 to 1961), Ike –as he was called–  was a five-star general in the U.S. Army during World War II and served as Supreme Commander of the Allied Expeditionary Force in Europe. This book reveals the journey of the man who worked with incredible subtlety to move events in the direction he wished them to go. In both war and peace, he gave the world confidence in American leadership. In the war period, Ike commanded the largest multinational force ever assembled to fight German troops in leading the Western powers to victory.  During his presidency, he ended a three-year war in Korea with honor and dignity. Not a single American died in combat for the next eight years. He resisted calls for preventive war against the Soviet Union and China, faced down Khruschev over Berlin, and restored stability in Leban...

Bertrand Russell Critical Analysis on Western Philosophy

“Philosophy is something intermediate between theology and science,” said Bertrand Russell. Theology and science occupy their own territory. All definite knowledge belongs to science, all dogma as to what surpasses definite knowledge belongs to theology. Between theology and science there is No Man’s Land, exposed to attack from both sides. For that the philosophy is present. The No Man’s Land is philosophy. Then he added, “Philosophical conceptions are a product of two factors: one, inherited religious and ethical conceptions; the other, the sort of investigation which may be called ‘scientific’.” Bertrand Russell who was born in 1872, he himself was a British philosopher as well as mathematician, logician, historian, writer, and social critic. In this book, which was firstly published in 1945, Russell divided the philosophy chronologically into three parts: Ancient Philosophy, Catholic Philosophy and Modern Philosophy. This book is a widely read and influential philosophical history ...

Jesus Way Tak Segampang Busway

Jesus Way yang diartikan “cara Yesus” atau “jalan Yesus” tampaknya berupa jalan sempit dan sedikit orang menyukainya/memilihnya. Ini pernah dikatakan oleh Yesus sendiri: “ Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya .” (Matius 7:14). Semua orang, atau sebagian besar orang, memilih jalan lebar tanpa hambatan agar sebisa mungkin lebih cepat sampai tujuan. Jalan sempit hanya memperlama waktu, tidak efektif, dan tidak sesuai tuntutan zaman yang serba cepat dan instan. Sebenarnya jalan sempit tidak apa-apa asalkan lancar. Ternyata tidak. Jesus way bukan seperti jalur khusus bus atau busway di Jakarta. Busway – walaupun sempit, hanya pas untuk satu bus – memberikan privilege karena dikhususkan untuk bus tanpa ada hambatan apapun. Ikut melaju di busway enak sekali, diprioritaskan, tidak ikut ngantri bermacet-macetan di jalan. Jesus way tidak seperti busway . Dulu ada kisah seorang anak muda yang kaya raya, yang sedang mencar...