Skip to main content

Airmata Yang Jatuh di Kaki-Nya


Pra-Paskah 2019 - hari#10

Seorang Farisi bernama Simon mengundang Yesus untuk makan di rumahnya. Tumben Yesus mau menerima undangannya. Biasanya Yesus lebih suka bergaul dengan rakyat jelata, ketimbang dengan para elit.

Sebenarnya saya ingin tahu apa yang dibicarakan dalam acara makan itu, sebab acara makan yang dihadiri tokoh akan selalu ada topik penting untuk dibicarakan. Tidak mungkin tokoh-tokoh berkumpul dalam acara perjamuan makan tidak membicarakan sesuatu yang spesial. Masa mereka cuma ngomongin lezatnya ayam goreng, sup kambing, tongseng, dan sambel terasi yang terhidang di meja? Tidak mungkin.

Tetapi tidak ada catatan apapun di Alkitab tentang agenda pembicaraan yang dipersiapkan oleh orang Farisi itu, malahan yang ditulis adalah sebuah kejadian tentang seorang perempuan berdosa yang tiba-tiba datang ke acara itu, menangis di kaki-Nya, memecahkan buli-buli berisi minyak wangi yang mahal, lalu meminyaki kaki Yesus dan mengelapnya dengan rambutnya. Istilah perempuan berdosa di Alkitab merujuk kepada pelacur. Alkitab bahkan memberi penegasan bahwa di kota itu, perempuan itu "terkenal" sebagai perempuan berdosa (Lukas 7). Saking terkenalnya, orang Farisi itu langsung membatin, "Jika Ia ini Nabi, tentu Ia tahu bahwa perempuan ini adalah perempuan berdosa. Kok mau-maunya Ia dijamah oleh perempuan yang najis ini?"

Tetapi Yesus yang tahu apa yang ada dalam hati orang Farisi itu membela perempuan itu. Ia justru melihat jiwa yang berharga pada perempuan itu, yang memiliki ketulusan hati, yang mengakui bahwa dosanya membutuhkan pengampunan. Sedangkan orang Farisi itu walaupun membuka pintu rumahnya, ia tidak membuka hatinya untuk Yesus.

"Dosanya yang banyak itu telah diampuni," kata Yesus di sela sedu-sedan perempuan itu. Itulah sebabnya ia pecahkan buli-buli minyak wangi itu, ia pecahkan gengsinya, ia pecahkan masa lalunya yang berdosa, dan membawa persembahan kasihnya kepada Yesus.

"Sebab orang yang sedikit diampuni, sedikit pula berbuat kasih," kata Yesus di tengah perjamuan makan itu lalu berpamitan meninggalkan orang Farisi yang merasa suci itu. 

***
Serpong, 16 Mar 2019
Titus J.

Comments

Popular posts from this blog

Eisenhower, The Top Figure Army General, The Modest President

This is a portrait of Dwight D. Eisenhower, a young dreamer, charting a course from Abilene, Kansas, to West Point and beyond. Before becoming the 34th president (two terms from 1953 to 1961), Ike –as he was called–  was a five-star general in the U.S. Army during World War II and served as Supreme Commander of the Allied Expeditionary Force in Europe. This book reveals the journey of the man who worked with incredible subtlety to move events in the direction he wished them to go. In both war and peace, he gave the world confidence in American leadership. In the war period, Ike commanded the largest multinational force ever assembled to fight German troops in leading the Western powers to victory.  During his presidency, he ended a three-year war in Korea with honor and dignity. Not a single American died in combat for the next eight years. He resisted calls for preventive war against the Soviet Union and China, faced down Khruschev over Berlin, and restored stability in Leban...

Bertrand Russell Critical Analysis on Western Philosophy

“Philosophy is something intermediate between theology and science,” said Bertrand Russell. Theology and science occupy their own territory. All definite knowledge belongs to science, all dogma as to what surpasses definite knowledge belongs to theology. Between theology and science there is No Man’s Land, exposed to attack from both sides. For that the philosophy is present. The No Man’s Land is philosophy. Then he added, “Philosophical conceptions are a product of two factors: one, inherited religious and ethical conceptions; the other, the sort of investigation which may be called ‘scientific’.” Bertrand Russell who was born in 1872, he himself was a British philosopher as well as mathematician, logician, historian, writer, and social critic. In this book, which was firstly published in 1945, Russell divided the philosophy chronologically into three parts: Ancient Philosophy, Catholic Philosophy and Modern Philosophy. This book is a widely read and influential philosophical history ...

Jesus Way Tak Segampang Busway

Jesus Way yang diartikan “cara Yesus” atau “jalan Yesus” tampaknya berupa jalan sempit dan sedikit orang menyukainya/memilihnya. Ini pernah dikatakan oleh Yesus sendiri: “ Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya .” (Matius 7:14). Semua orang, atau sebagian besar orang, memilih jalan lebar tanpa hambatan agar sebisa mungkin lebih cepat sampai tujuan. Jalan sempit hanya memperlama waktu, tidak efektif, dan tidak sesuai tuntutan zaman yang serba cepat dan instan. Sebenarnya jalan sempit tidak apa-apa asalkan lancar. Ternyata tidak. Jesus way bukan seperti jalur khusus bus atau busway di Jakarta. Busway – walaupun sempit, hanya pas untuk satu bus – memberikan privilege karena dikhususkan untuk bus tanpa ada hambatan apapun. Ikut melaju di busway enak sekali, diprioritaskan, tidak ikut ngantri bermacet-macetan di jalan. Jesus way tidak seperti busway . Dulu ada kisah seorang anak muda yang kaya raya, yang sedang mencar...