Skip to main content

Malam Kudus di Mako Brimob

--Renungan Natal—

Ahok,

Di bulan Desember ini tiba-tiba aku teringat engkau, ketika aku dan keluargaku bersama-sama memasang Pohon Natal di rumah. Dari tahun ke tahun pohon yang sama yang terbuat dari plastik itulah yang selalu kupasang selama bulan Desember, dan setelah berganti tahun, pohon plastik itu aku bongkar dan aku masukkan kembali ke dalam kardus. Di dalam kardus itulah pohon Natalku tinggal dan menunggu satu tahun berikutnya, jika masih ada Natal.

Bagaimana kabarmu?

Natal tahun ini mungkin adalah Natal yang pertama kali kau rayakan tanpa keluargamu. Apakah engkau kesepian? Mungkin keluargamu pun juga merasa berbeda merayakan Natal tanpamu. Serasa ada yang hilang, ada yang kurang lengkap, tidak seperti kala engkau dan keluargamu masih bersama-sama datang ke gereja untuk merayakan Natal dan menyanyikan lagu Malam Kudus.

Benar, merayakan Natal bersama dengan orang-orang tercinta sungguh merupakan moment yang sangat indah. Sabarlah, mungkin Tuhan sedang memintamu untuk merenungkan makna Natal dari sudut perasaan manusia yang papa, yang terpisah dari orang-orang terdekatnya, yang diabaikan dan dilupakan orang.

Ahok,

Aku tidak tahu pasti bagaimana suasana Natal di Mako Brimob. Apakah disana Pohon Natal juga dipasang, entah dari pohon cemara sungguhan ataukah pohon plastik? Apakah disana teman-teman kita umat Kristiani juga antusias menyambut Natal, membentuk panitia kecil, mempersiapkan acara, berlatih drama, musik dan paduan suara?

Mungkin di Natal tahun ini tidak akan banyak orang yang akan memberikan ucapan selamat Natal untukmu, Hok. Mungkin banyak di antara mereka yang dulu selalu menyalamimu di hari Natal - walaupun tidak ikut merayakan Natal - sekarang tidak mau lagi mengucapkan selamat Natal, bahkan atas nama toleransi dan hubungan antar manusia sebagai sesama insan Tuhan.

Tetapi, Hok, jangan pernah kecewa atas sikap mereka yang menolakmu. Akupun tidak kecewa jika ucapan selamat Natal kepadaku pun lebih sepi daripada tahun-tahun sebelumnya. Mengapa? Sebab jauh sebelumnya, Yesus Kristus yang kelahiran-Nya kita rayakan di hari Natal ini pun sudah ditolak oleh dunia bahkan sejak hari kelahiran-Nya. Ia harus dilahirkan di sebuah kandang hewan yang hina-dina karena tak ada tempat yang layak yang bersedia menerima-Nya. Namun demikian, kemuliaan Yesus Kristus sama sekali tidak berkurang sedikitpun oleh kehinaan tempat lahir-Nya. Ia bisa dilahirkan dimana saja, dan Ia tetaplah Sang Mesias yang dijanjikan itu, terlepas apakah Ia dilahirkan di istana raja atau di kandang hewan.

Jika engkau merasa banyak orang membencimu, Hok, ingatlah bahwa Yesus Kristus juga sudah menjadi sasaran kebencian sejak lahir. Raja Herodes mencari-Nya dan berusaha untuk membunuh-Nya walaupun Ia cuma seorang anak kecil yang belum genap berumur dua tahun waktu itu. Tetapi Herodes gagal membunuh-Nya karena kegelapan tak kan pernah sanggup menguasai terang. Mereka yang hatinya penuh kebencian sesungguhnya adalah penjelmaan Herodes yang tak pernah melihat terang.

Ahok,

Hari-hari ini Jakarta diguyur hujan hampir setiap hari. Angin yang dingin berhembus di antara gedung-gedung pencakar langit. Pohon-pohon yang terbiasa berdiri kaku mulai mau menggoyangkan tubuhnya dan menggugurkan daun-daunnya. Udara Jakarta dan kota-kota sekitarnya termasuk rumahku terasa lebih sejuk daripada biasanya. Itulah sebabnya aku mensyukuri Natal yang jatuh di bulan Desember, karena aku suka dengan hujan dan angin yang berhembus pelahan. Menyanyikan lagu Malam Kudus bersama dengan pijaran lilin-lilin kecil diiringi suara organ atau piano serasa lebih menyentuh di tengah suasana yang dingin, apalagi diselingi oleh hujan rintik-rintik.

Oleh sebab itu aku merasa lebih damai untuk merayakan Natal di gerejaku dengan sederhana, bukan di lapangan Monas dengan ribuan manusia yang hingar-bingar, yang mengusik Natal yang syahdu dan tenang. Natal tetap dapat kita rayakan seorang diri di ruang sempit dengan sebatang lilin kecil, jauh dari tempat yang pernah dijadikan mimbar politisasi agama yang menyakitkan.

Aku membayangkan betapa sederhananya nanti acara Natalmu di Mako Brimob. Natal yang kau rayakan bersama dengan saudara kita dalam iman yang sedang terbelenggu secara fisik. Tidak mengapa, baik engkau, teman-temanmu di Mako Brimob, maupun diriku sendiri adalah sama-sama orang berdosa. Tetapi justru karena kitalah Natal ini ada, dan karena itulah aku bangga, sebab Yesus Kristus lahir dan datang bukan untuk mencari orang-orang suci dan sok suci, melainkan orang-orang berdosa seperti kita.

Dingin udara Jakarta hari-hari ini, Hok, tetapi Natal menghangatkan hatiku dengan sentuhan kasih-Nya. Aku ingin mengucapkan selamat Natal untukmu dan mereka yang sedang bersamamu di Mako Brimob, dengan sepotong doa agar kasih Tuhan menyentuh hati setiap orang yang menerima Natal, tak peduli sebesar apapun dosa dan kejahatan yang telah mereka perbuat.

Aku tak pernah berhenti mengagumi kasih Tuhan yang tak terbatas, yang selalu memberikan pengampunan kepadaku walaupun aku sering ingkar dan gagal menepati janjiku untuk menjadi orang baik. Betapa keagungan kasih-Nya tak bisa dibatasi oleh dosa dan kejahatan manusia. Itulah sebabnya orang pertama yang diajak-Nya masuk ke Firdaus menjelang kematian-Nya di kayu salib adalah seorang penjahat, bukan imam-imam dan ahli-ahli Taurat yang menjadi pemuka agama.

Penjahat itu menerima Natal di detik-detik terakhir hidupnya, sedangkan mereka yang merasa memegang kunci surga itu terlalu sibuk menghakimi dan mengkafir-kafirkan orang lain sehingga tidak melihat Natal.

Selamat Natal, Ahok. Semoga Malam Kudus di Mako Brimob memberikan damai di hatimu.

“Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.” (Yohanes 1:10-11)

***
Serpong, 18 Des 2017
Titus J.

Comments

Popular posts from this blog

Eisenhower, The Top Figure Army General, The Modest President

This is a portrait of Dwight D. Eisenhower, a young dreamer, charting a course from Abilene, Kansas, to West Point and beyond. Before becoming the 34th president (two terms from 1953 to 1961), Ike –as he was called–  was a five-star general in the U.S. Army during World War II and served as Supreme Commander of the Allied Expeditionary Force in Europe. This book reveals the journey of the man who worked with incredible subtlety to move events in the direction he wished them to go. In both war and peace, he gave the world confidence in American leadership. In the war period, Ike commanded the largest multinational force ever assembled to fight German troops in leading the Western powers to victory.  During his presidency, he ended a three-year war in Korea with honor and dignity. Not a single American died in combat for the next eight years. He resisted calls for preventive war against the Soviet Union and China, faced down Khruschev over Berlin, and restored stability in Leban...

Bertrand Russell Critical Analysis on Western Philosophy

“Philosophy is something intermediate between theology and science,” said Bertrand Russell. Theology and science occupy their own territory. All definite knowledge belongs to science, all dogma as to what surpasses definite knowledge belongs to theology. Between theology and science there is No Man’s Land, exposed to attack from both sides. For that the philosophy is present. The No Man’s Land is philosophy. Then he added, “Philosophical conceptions are a product of two factors: one, inherited religious and ethical conceptions; the other, the sort of investigation which may be called ‘scientific’.” Bertrand Russell who was born in 1872, he himself was a British philosopher as well as mathematician, logician, historian, writer, and social critic. In this book, which was firstly published in 1945, Russell divided the philosophy chronologically into three parts: Ancient Philosophy, Catholic Philosophy and Modern Philosophy. This book is a widely read and influential philosophical history ...

Jesus Way Tak Segampang Busway

Jesus Way yang diartikan “cara Yesus” atau “jalan Yesus” tampaknya berupa jalan sempit dan sedikit orang menyukainya/memilihnya. Ini pernah dikatakan oleh Yesus sendiri: “ Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya .” (Matius 7:14). Semua orang, atau sebagian besar orang, memilih jalan lebar tanpa hambatan agar sebisa mungkin lebih cepat sampai tujuan. Jalan sempit hanya memperlama waktu, tidak efektif, dan tidak sesuai tuntutan zaman yang serba cepat dan instan. Sebenarnya jalan sempit tidak apa-apa asalkan lancar. Ternyata tidak. Jesus way bukan seperti jalur khusus bus atau busway di Jakarta. Busway – walaupun sempit, hanya pas untuk satu bus – memberikan privilege karena dikhususkan untuk bus tanpa ada hambatan apapun. Ikut melaju di busway enak sekali, diprioritaskan, tidak ikut ngantri bermacet-macetan di jalan. Jesus way tidak seperti busway . Dulu ada kisah seorang anak muda yang kaya raya, yang sedang mencar...