(Dimuat di Harian Suara Pembaruan - 17 Januari 1999. Cerpen ini diilhami keadaan saat itu yang sedang marak dengan isu pembantaian dukun santet oleh orang-orang yang berpakaian ala ninja di Jawa Timur) Punya anggota keluarga yang sakit jiwa rasanya memang menyedihkan dan memilukan. Itulah keluhan yang sering dilontarkan oleh Bu Paitun, tentang anak bungsunya, Parmin, yang kini berumur lima belas tahun, yang dikenal di desanya sebagai orang tidak waras. Mending Parmin hanya diam di rumah, mau bertingkah sampai jungkir balikpun tak terlalu dihiraukan oleh Bu Paitun dan Malik, kakak satu-satunya. Tapi Parmin suka keluyuran. Kegemarannya adalah jalan kaki. Kemanapun ia selalu jalan kaki, tak peduli jauh. Pagi-pagi bangun tidur ia sudah ngelayap. Bu Paitun selalu kebingungan dan tergopoh-gopoh menyuruh Malik agar mencari Parmin dan membawanya pulang. Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menemukan Parmin. Paling-paling ia berdiri di perempatan jalan, menghitung satu-satu sepeda yang lewat sa...
Life is beautiful, and also..., simple.